SANTRI

news, opini, PCNU164 Views

Oleh :  KH Busyro Karim

Rois Syuriah PCNU Kabupaten Kediri

 

NUkabkediri.or.id – Semenjak tahun 2015, dinegeri kita terdapat hari besar Nasional baru, sebagai tambahan terhadap hari-hari besar Nasional yang telah ada, yaitu “Hari Santri’ yang dideklarasikan oleh Presiden pada 15 Oktober 2015.

 

Sebagaimana telah diketahui, tanggal 22 Oktober, ditetapkan senagai hari Santri, karena pada tanggal 21 – 22 Oktober ditahun 1945, berkumpul di Surabaya, para kiyai Pesantren seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Hasbullah, KH Bisyri Syansuri, KH Ridwan Abdullah dll serta Utusan-utusan Cabang NU, yang jumlahnya tak kurang dari 200 Kiyai, untuk membahas situasi perjuangan dan mempertahankan kemerdekaan negeri yang telah diproklamasikan dua bulan sebelumnya.

 

Dari situ, pada tanggal 22 Oktober, keluarlah Resolusi Jihad dari para kiyai tersebut, sehingga kemudian terjadi pertempuran dahsyat dan terbesar dalam sejarah revolusi Nasional antara kaum santri dan para pemuda pejuang dengan Tentara Sekutu pada 10 Nopember 1945. Meski memakan korban besar dipihak para pejuang, namun tentara Inggris/Sekutu dapat dilumpuhkan dan kemenangan dapat diraih oleh para pejuang, sehingga Kemerdekaan Indonesia bisa dipertahankan. Maka pada hari keluarnya Resolusi Jihad 22 Oktober, pada tahun 2015 diproklamirkan menjadi Hari Santri. Dengan demikian, merupakan suatu penghormatan, nama “Santri” telah tercantum didalam salah satu Hari Nasianal lantaran karena perjuangan para pendahulu mereka.

 

Santri adalah orang yang belajar di Lembaga Pondok Pesantren, baik para murid yang mukim di asrama pondok maupun bagi mereka yang karena rumahnya dekat dengan pesantren, langsung pulang setelah selesai mengikuti sekolah ataupun pengajian.

 

Pondok pesantren dianggap sebagai Lembaga pendidikan agama di Indonesia yang sangat baik buat putra-putri bangsa yang religius-nasionalis. Setiap pesantren sebagai pendidikan klasik yang jumlamya puluhan ribu di negeri kita ini, memiliki ciri khas masing-masing.

 

Kehidupan santri di pondok, setiap waktunya mendapatkan pengawasan dari kiai dan pengurus pondok yang bersangkutan. Dengan demikian para orang tua tidak perlu khawatir berlebihan kepada putra-putrinya yang tinggal di pesantren.

 

Santri, khususnya lagi mereka yang menetap di asrama pesantren, merupakan salah satu manusia unggulan, selalu terdepan dalam melaksanakan perintah-perintah agama dan menjauhi larangan-larangannya dimana semua itu dilakukan bukan serta merta ingin mendapatkan pujian, namun mengharap ridha Allah. Penempaan diri selama bertahun-tahun dipesantren, dari mulai belajar hidup mandiri, bekerja keras, suka menolong dan lain-lain.

 

Bekal pengetahuan, spiritual dan mentalitas, menjadikan modal berharga selepas dantri keluar dari pesantren. Dengan demikian, hidup dimanapun, ia akan mampu memberi manfaat bagi orang lain.

 

Para kiyai Pengasuh Pondok Pesantren, sudah barang tentu mengharapkan seorang santri setelah keluar dari pesantren, ia akan mampu menjadi penyangga kehidupan berbangsa dan bernegara. Hidup dinegeri yg penuh dgn kemajemukan ini, santri dituntut untuk mampu merangkul semua elemen bangsa. Dengan karekternya yang kuat dan kokoh, ia akan mampu memberikan keteduhan dan pengayom bagi semuanya.

 

Santri diharapkan tidak akan mengikuti alur kehidupan yang tidak jelas. Ia harus mau berusaha mengubah keadaan dari yanh tak baik menjadi baik.

 

Santri tidak boleh mudah berputus asa dan hanya kepada Allah ia bersandar. Seorang santri tentu saja bukan seorang ahli agama yang tiba-tiba muncul. Menjadi santri sejati tentu sudah melewati proses yang lama, sudah melewati beraneka macam cobaan hidup di dalam pesantren, sehingga tak membuatnya surut untuk kendor dalam menekuni dan memahami ajaran Allah. Oleh Kiyai dan ustadz, santri juga telah dibekali ilmu kepemimpinan, kemasyarakatan dan lainnya. Sehingga ketika keluar dari pesantren, ia sudah benar-benar menjadi orang yang mumpuni. Kehadiran santri di masyarakat, insyaallah mampu menjadi penerang, juru damai dan taat beribadah. Ia mengabdi kepada masyarakat tidak semata-mata ada pamrih demi uang, jabatan, popularitas atau lainnya. Semuanya hanya karena mencari ridha ilahi.

 

Santri diharapkan memiliki karakter yang kuat, mampu beradaptasi dengan baik di manapun, dan mampu pula memberikan ilmu dan menyayangi siapa pun.

 

Menjaga hubungan baik antar sesama, harus terus dilakukan terlebih lagi ia sebagai manusia Indonesia, negara yang masyarakatnya majemuk, banyak etnis, agama dan suku yang menempati, bagaikan pelangi.

 

Santri harus memiliki kemauan untuk saling bekerja sama tanpa memandang suku, agama dan lainnya. Mereka tidak boleh saling bercerai-berai hanya karena persoalan perbedaan pilihan dalam memilih pemimpin ataupun karena hal-hal lainnya. Tugas santri dalam kehidupannya harus mampu membangun dan menjaga persatuan sesam elemen bangsa dan bekerja untuk kebaikan bangsa.

 

Santri sebagai kepanjangan tangan para juru dakwah Islam di tanah air, memiliki tugas suci, yakni meneruskan dakwah Islam yang penuh “Rahmatan Lil Alamin”. Ia haruslah menjadi orang yang bermanfaat bagi sesamanya dan harus pula menjadi juru damai di muka bumi serta dalam memimpin harus mampu mengenalkan ajaran agama yang dapat dimengerti dan mudah diterima oleh masyarakat.

Santri merupakan generasi penyebar Islam dan lewat ilmunya, Santri dapat menjadi obor bagi kehidupan masyarakatnya. (***)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *