Peringati Hari Kesaktian Pancasila Lesbumi Luruskan Sejarah

NUkabkediri.or.id – Dalam rangka memperingati tujuh pahlawan revolusi yang gugur pada 1 Oktober 1965, Lembaga Seni dan Budaya Muslimin (Lesbumi) PCNU Kabupaten Kediri menggelar upacara setengah tiang bendera merah putih.

Upacara digelar di halaman kantor PCNU Kabupaten Kediri, yang berada di Kelurahan Ngadirejo Kecamatan/Kota Kediri, Jumat (1/10/2021). Mereka juga mendoakan kepada tujuh pahlawan revolusi yang gugur atas perjuangan demi bangsa Indonesia.

Ketujuh jenderal itu adalah, Jenderal Ahmad Yani, Mayjen S. Parman, Brigjen Soetojo, Brigjen D.I Pandjaitan, Mayjen Harjono M.T, dan Mayjen Soeprapto.

Ketua Lesbumi PCNU Kabupaten Kediri H. Abu Muslich mengatakan, dari fakta catatan sejarah yang diteliti di semua buku sejarah termasuk TNI, buku monumen pancasila sakti, Bapak Soeharto, dan lainnya tidak ada yang menyebutkan pahlawan revolusi gugur diculik dan dibunuh pada 30 September.

“Sebenarnya hal itu terjadi pada subuh yang pada waktu itu sudah masuk pada1 Oktober 1965,” jelas Abu.

Lebih lanjut, Abu Musclich menceritakan, pada 5 Oktober 1965 diperingati sebagai hari ABRI, atau hari yang berkabung dan dilaksanakan pemakaman para pahlawan revolusi di Tempat Makam Pahlawan Kalibata.

Satu tahun kemudian, pada 1 Oktober 1966, diperingati sebagai hari gugurnya pahlawan revolusi di Lubang Buaya.

Surat keputusan yang baru keluar dari Presiden Soeharto pada 27 September 1967 ditetapkan bahwa setiap 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila dan disampaikan kepada rakyat Indonesia.

Akhirnya, 30 September 1967 hal tersebut disosialisasikan kepada rakyat Indonesia agar memasang setengah tiang bendera.

“Saat 1 Oktober 1967, kali pertama upacara kesaktian pancasila yang mengibarkan satu tiang bendera merah putih penuh hingga saat ini,” ujar Abu Musclich.

Dengan adanya hal tersebut, anak muda maupun masyarakat Indonesia memperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Namun, sebenarnya hari gugurnya pahlawan revolusi yang saat ini masih perlu diluruskan karena pahlawan revolusi gugur dan bukan dirayakan dengan kemenangan yang membuatnya tidak etis.

Tak hanya itu, setiap 1 Oktober memang sebagai Hari Kesakitan Pancasila, namun Hari Kesakitan Pancasila itu bukan dia tidak setujui, tapi di situ mengibarkan bendera satu tiang penuh yang membuat dia tidak setuju dan perlu diluruskan dengan benar.

Tetapi, Abu Musclich menyarankan Hari Kesaktian Pancasila, kemungkinan bisa diperingati di hari lain atau waktu peristiwa pelaku pembunuhan di Gerakan 30 September (Gestok) yang pada waktu itu tertangkap.

“Kita akan ada agenda diskusi dan harus diperjuangkan karena kita akan ke istana negara untuk mengusulkan agar dilakukan peninjauan kembali. Semoga nanti bisa tercapai,” pungkas Abu Muslich.

Penulis : Irwan Maftuhin

Editor : Imam Mubarok

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *