Inilah Hasil Sidang Komisi D Bidang Bahtsul Masail

news, PCNU, PCNU327 Views

 

NUKabkediri.or.id – Setelah melaksanakan berbagai rangkai  sidang komisi Pra Konferensi  XI NU dari tanggal 31 Oktober – 3 November 2022 , mulai organisasi , program,taushiyah dan yang terakhir bidang bahtsul masail, maka selesai sudah pelaksanaan pra konferensi.

Hasil jadi  Bahtsul Masail yang dilakasnakan pada Kamis Pon 3 November 2022 1. Iftitah  oleh KH Abi Musa Asy’ari,Ketua Sidang KH Hafidz Ghozali, Sekretaris Ifrosin,sebagai berikut :

(Qonuniyyah)

1. Nikah butuh modal
Dekripsi Masalah
Nikah adalah salah satu momen yang sangat sakral bagi seseorang, karena disitu melegalkan hubungan antara dua pasang sejoli untuk meresmikan hubungan secara agama dan juga negara. Tentu pemerintah telah memfasilitasi bagi warganya yang ingin melaksanakan pernikahan atau meresmikan dan mencatatkan pernikahan yang sudah dilaksanakan tapi belum tercatat pada Kantor Urusan Agama (KUA). Dalam keputusan direktur jenderal bimbingan masyarakat islam nomor dj.iii/304 tahun 2016 tentang petunjuk teknis pengelolaan penerimaan negara bukan pajak atas biaya nikah atau rujuk di luar kantor urusan agama kecamatan mengatur dan menjelaskan jika pernikahan dilaksanakan di KUA maka gratis tanpa biaya, namun jika dilaksanakan diluar KUA ada biaya 600.000 dan dan bagi Catin (calon pengantin) yang tidak mampu secara ekonomi atau warga yang terkena bencana dikenakan tarif Rp0,00 (nol rupiah) dengan persyaratan melampirkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari Lurah atau Kepala Desa setempat yang diketahui oleh Camat atau melampirkan kartu miskin. Biaya tersebut termasuk kategori PNBP (penerimaan negara bukan pajak) yang nantinya disetorkan ke Kas Negara dan dapat digunakan kembali maksimum sebesar 80% x Rp600.000,00 = Rp480.000,00. Penggunaan kembali PNBP Atas Biaya Nikah atau Rujuk tersebut ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dengan mempertimbangkan realisasi penerimaan masing-masing Satker, program, dan kegiatan Bimbingan Masyarakat Islam berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Perbendaharan tentang Batas Maksimum Pencairan Dana PNBP Atas Biaya Nikah atau Rujuk. Penggunaan dan PNBP Atas Biaya Nikah atau Rujuk meliputi:

1. Transpor Penghulu/Kepala KUA/Petugas yang melakukan Layanan Bimbingan Pelaksanaan Nikah atau Rujuk di Luar Kantor menggunakan akun belanja perjalanan dinas dalam kota:

a. Transpor Penghulu/Kepala KUA/Petugas yang melaksanakan layanan dan bimbingan akad nikah di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan pada Tipologi A,B, dan C diberikan per peristiwa dengan mengacu kepada Standar Biaya Masukan;
b. Transpor Penghulu/Kepala KUA/Petugas dalam melaksanakan beberapa layanan dan bimbingan akad nikah di satu waktu dan tempat yang sama seperti pernikahan masal, diberikan 1 (satu) kali transpor perjalanan.
c. Transpor untuk perjalanan layanan dan bimbingan akad nikah di luar kantor pada KUA terdalam, terluar, dan daerah perbatasan di daratan (tipologi D1) dihitung berdasarkan pengeluaran riil yang dapat dibuktikan dengan bukti pengeluaran berupa tiket perjalanan atau kwitansi transportasi maksimum Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)
d. Transpor untuk perjalanan layanan dan bimbingan akad nikah di luar kantor pada KUA terdalam, terluar, dan daerah perbatasan di kepulauan (tipologi D2) dihitung berdasarkan pengeluaran riil yang dapat dibuktikan dengan bukti pengeluaran berupa tiket perjalanan atau kwitansi transportasi maksimum Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah);
e. Transpor layanan nikah di luar kantor pada tipologi D1 dan D2 sebagaimana dijelaskan pada huruf e dan d dengan jarak tempuh tidak melebihi jarak 5 KM dan atau tidak menyeberangi sungai atau pulau dikenakan transpor lokal sesuai dengan Standar Biaya Masukan;
f. Dalam rangka efisiensi, PPK dapat mempertimbangkan pemberian transpor untuk perjalanan layanan dan bimbingan akad nikah di luar kantor Kecamatan di bawah Standar Biaya Masukan.
2. Honorarium Layanan Bimbingan Pelaksanaan Nikah atau Rujuk di Luar Kantor menggunakan akun belanja jasa profesi Honorarium diberikan per peristiwa nikah di luar kantor dengan mengacu pada Standar Biaya Masukan Lainnya sesuai tipologi KUA
3. Honorarium Pengelola PNBP Biaya Nikah atau Rujuk
4. Kursus pra nikah/Bimbingan Perkawinan
5. Supervisi Administrasi Nikah atau Rujuk.
Supervisi pelaksanaan kegiatan nikah rujuk merupakan kegiatan pengendalian internal yang dilakukan unit pembina teknis urusan agama Islam di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota menggunakan akun belanja perjalanan dinas biasa
6. Kegiatan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) pelaksana layanan nikah atau rujuk dimaksudkan untuk meningkatkan kecakapan pengetahuan dan keterampilan teknis bagi pelaksana dan pejabat fungsional penghulu
7. Investasi yang berkaitan dengan kegiatan di bidang nikah atau rujuk

Sedangkan ketika kita merujuk dalam kitab turats ternyata terdapat keterangan dalam aqdun nikah boleh mengangkat muhakkam dengan beberapa syarat diantaranya adalah adanya pungutan dari hakim.
Pertanyaan :
a. Dengan adanya pungutan yang terdapat dalam sebagaimana dalam deskripsi di atas, apakah bisa mengangkat muhakkam?
Jawaban : Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam NO dj.iii/304 tahun 2016 tentang petunjuk teknis pengelolaan penerimaan negara bukan pajak atas biaya nikah atau rujuk di luar kantor urusan agama kecamatan, sebagai berikut :

Bab IV tentang mekanisme penerimaan , pencarian dan penggunaan.

A. Penerimaan
1. Pembayaran PNBP atas biaya Nikah atau Rujuk oleh Catin dilakukan pada Bank /Pos Persepsi, dengan ketentuan :
a. Nikah di KUA pada hari jam kerja dikenakan tarif Rp 0,00 (nol rupiah)
b. Nikah di luar KUA dikenakan Tarif Rp 600.000 (enam ratus ribu rupiah)
c. Nikah di KUA pada hari libur dan di luar jam kerja dikenakan tarif nikah luar KUA yaitu Rp 600.000 (enam ratus ribu rupiah)
Maka dengan adanya pungutan yang terdapat dalam deskripsi tidak diperbolehkan mengangkat Muhakkam, karena pungutan tersebut merupakan ketetapan dari pemerintah, bukan dari pribadi hakim/petugas. Akan tetapi, ketika pungutan itu melebihi dari ketentuan di atas, maka tidak diperbolehkan mengangkat Muhakkam selama :
a. Akad di luar kantor KUA/ di luar jam kerja sebagai upah kerja ekstra tugas sepanjang belum tersedia dana operasional untuk itu.
b. Biaya tambahan tersebut untuk sasaran pembiayaan yang riil serta tidak melebihi upah standar (ujroh mitsil), sebab ijarah-nya fasidah.
b. Adakah kriteria pungutan yang menyebabkan boleh dan tidaknya mengangkat muhakkam?
Jawaban : Terjadi perbedaan Ulama (khilaf), sebagai berikut :
a. Menurut Imam Ibnu Hajar Al Haitami, Imam Romli dll pungutan yang memperbolehkan mengangkat muhakkam adalah sekira memberatkan bagi kedua Catin secara umum.
b. Sedangkan menurut Syekh Abdurrahman bin Muhammad Ba’alawi dan Sayyid Umar tidak ada batas minimalnya (walaupun sedikit, sudah diperbolehkan mengangkat Muhakkam)

حاشية الجمل جـ : 4 صـ : 144 دار الفكر
( قوله : لا تعقد امرأة نكاحا ) أي لا يكون لها دخل فيه والمراد بالنكاح هنا أحد شقيه أي الإيجاب أو القبول نعم لو لم يكن لها ولي قال بعضهم أصلا وقال بعضهم يمكن التوجه له جاز لها أن تفوض مع خاطبها أمرها إلى مجتهد عدل فيزوجها منه ؛ لأنه محكم وهو كالحاكم وكذا لو ولت هي والخاطب عدلا صح على المختار ، وإن لم يكن مجتهدا لشدة الحاجة إلى ذلك كما جرى عليه ابن المقري تبعا لأصله قال في المهمات ولا يختص ذلك بعقد الحاكم بل يجوز مع وجوده سفرا وحضرا بناء على الصحيح في جواز التحكيم كما ذكر في كتاب القضاء قال العراقي ومراد الإسنوي ما إذا كان المحكم صالحا للقضاء ، وأما الذي اختاره النووي رحمه الله تعالى أنه تكفي العدالة ولا يشترط كونه صالحا للقضاء فشرطه السفر وفقد القاضي أي ولو قاضي ضرورة وأيده الأذرعي وحاصله أن المدار على وجود القاضي وفقده لا على السفر والحضر نعم لو كان الحاكم لا يزوج إلا بدراهم لها وقع بالنسبة للزوجين لا تحتمل في مثله عادة كما في كثير من البلاد في زمننا اتجه جواب تولية أمرهما لعدل مع وجوده ، وإن سلمنا أنه لا ينعزل بذلك بأن علم موليه بذلك حال التولية
نهاية المحتاج – (ج 6/ ص 308)
فَصْلٌ فِيمَنْ يَعْقِدُ النِّكَاحَ وَمَا يَتْبَعُهُ ( لَا تُزَوِّجُ امْرَأَةٌ نَفْسَهَا ) وَلَوْ ( بِإِذْنٍ ) مِنْ وَلِيِّهَا ( وَلَا غَيْرِهَا ) وَلَوْ ( بِوَكَالَةٍ ) مِنْ الْوَلِيِّ بِخِلَافِ إذْنِهَا لِقِنِّهَا أَوْ مَحْجُورِهَا وَذَلِكَ لِآيَةِ { فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ } إذْ لَوْ جَازَ لَهَا تَزْوِيجُ نَفْسِهَا لَمْ يَكُنْ لِلْعَضْلِ تَأْثِيرٌ وَلِلْخَبَرَيْنِ الصَّحِيحَيْنِ كَمَا قَالَهُ الْأَئِمَّةُ كَأَحْمَدَ وَغَيْرِهِ { لَا نِكَاحَ إلَّا بِوَلِيٍّ } الْحَدِيثَ الْمَارَّ { وَأَيُّمَا امْرَأَةٍ أَنْكَحَتْ نَفْسَهَا بِغَيْرِ إذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ } وَكَرَّرَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ، وَصَحَّ أَيْضًا { لَا تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ وَلَا الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا } نَعَمْ لَوْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلِيٌّ قَالَ بَعْضُهُمْ أَصْلًا ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ يُمْكِنُ التَّوَجُّهُ لَهُ ، جَازَ لَهَا أَنْ تُفَوِّضَ مَعَ خَاطِبِهَا أَمْرَهَا إلَى مُجْتَهِدٍ عَدْلٍ فَيُزَوِّجُهَا مِنْهُ لِأَنَّهُ مُحَكَّمٌ وَهُوَ كَالْحَاكِمِ ، وَكَذَا لَوْ وَلَّتْ مَعَهُ عَدْلًا صَحَّ عَلَى الْمُخْتَارِ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مُجْتَهِدًا لِشِدَّةِ الْحَاجَةِ إلَى ذَلِكَ كَمَا جَرَى عَلَيْهِ ابْنُ الْمُقْرِي تَبَعًا لِأَصْلِهِ .قَالَ فِي الْمُهِمَّاتِ : وَلَا يَخْتَصُّ ذَلِكَ بِفَقْدِ الْحَاكِمِ ، بَلْ يَجُوزُ مَعَ وُجُودِهِ سَفَرًا ، أَوْ حَضَرًا بِنَاءً عَلَى الصَّحِيحِ فِي جَوَازِ التَّحْكِيمِ كَمَا ذَكَرَهُ فِي كِتَابِ الْقَضَاءِ .قَالَ الْعِرَاقِيُّ : وَمُرَادُ الْإِسْنَوِيِّ مَا إذَا كَانَ الْمُحَكَّمُ صَالِحًا لِلْقَضَاءِ ، وَأَمَّا الَّذِي اخْتَارَهُ النَّوَوِيُّ أَنَّهُ تَكْفِي الْعَدَالَةُ وَلَا يُشْتَرَطُ كَوْنُهُ صَالِحًا لِلْقَضَاءِ فَشَرْطُهُ السَّفَرُ وَفَقْدُ الْقَاضِي أَيْ وَلَوْ قَاضِي ضَرُورَةً ، وَأَيَّدَهُ الْأَذْرَعِيُّ وَحَاصِلُهُ أَنَّ الْمَدَارَ عَلَى وُجُودِ الْقَاضِي وَفَقْدِهِ لَا عَلَى السَّفَرِ وَالْحَضَرِ .نَعَمْ لَوْ كَانَ الْحَاكِمُ لَا يُزَوِّجُ إلَّا بِدَرَاهِمَ لَهَا وَقَعَ لَا تُحْتَمَلُ فِي مِثْلِهِ عَادَةً كَمَا فِي كَثِيرٍ مِنْ الْبِلَادِ فِي زَمَنِنَا اُتُّجِهَ جَوَازُ تَوْلِيَةِ أَمْرِهَا لِعَدْلٍ مَعَ وُجُودِهِ ، وَإِنْ سَلَّمْنَا أَنَّهُ لَا يَنْعَزِلُ بِذَلِكَ بِأَنْ عَلِمَ مُوَلِّيهِ بِذَلِكَ حَالَ التَّوْلِيَةِ
تحفة المحتاج في شرح المنهاج – (ج 7 / ص 299-300)
( فَصْلٌ ) فِيمَنْ يَعْقِدُ النِّكَاحَ وَمَا يَتْبَعُهُ ( لَا تُزَوِّجُ امْرَأَةٌ نَفْسَهَا ) وَلَوْ ( بِإِذْنٍ ) مِنْ وَلِيِّهَا ( وَلَا غَيْرُهَا ) وَلَوْ ( بِوِكَالَةٍ ) مِنْ الْوَلِيِّ بِخِلَافِ إذْنِهَا لِقِنِّهَا أَوْ مَحْجُورِهَا وَذَلِكَ لِآيَةِ { فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ } إذْ لَوْ جَازَ لَهَا تَزْوِيجُ نَفْسِهَا لَمْ يَكُنْ لِلْعَضْلِ تَأْثِيرٌ وَلِلْخَبَرَيْنِ الصَّحِيحَيْنِ كَمَا قَالَهُ الْأَئِمَّةُ كَأَحْمَدَ وَغَيْرِهِ { لَا نِكَاحَ إلَّا بِوَلِيٍّ } الْحَدِيثَ السَّابِقَ { وَأَيُّمَا امْرَأَةٍ أَنْكَحَتْ نَفْسَهَا بِغَيْرِ إذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ } وَكَرَّرَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ وَصَحَّ أَيْضًا { لَا تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ وَلَا الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا فَإِنَّ الزَّانِيَةَ الَّتِي تُزَوِّجُ نَفْسَهَا } نَعَمْ لَوْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلِيٌّ قَالَ بَعْضُهُمْ أَصْلًا ، وَهُوَ الظَّاهِرُ وَقَالَ بَعْضُهُمْ يُمْكِنُ الرُّجُوعُ إلَيْهِ أَيْ يَسْهُلُ عَادَةً كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ جَازَ لَهَا أَنْ تُفَوِّضَ مَعَ خَاطِبِهَا أَمْرَهَا إلَى مُجْتَهِدٍ عَدْلٍ فَيُزَوِّجَهَا وَلَوْ مَعَ وُجُودِ الْحَاكِمِ الْمُجْتَهِدِ أَوْ إلَى عَدْلٍ غَيْرِ مُجْتَهِدٍ وَلَوْ مَعَ وُجُودِ مُجْتَهِدٍ غَيْرِ قَاضٍ فَيُزَوِّجَهَا لَا مَعَ وُجُودِ حَاكِمٍ وَلَوْ غَيْرِ أَهْلٍ كَمَا حَرَّرْته فِي شَرْحِ الْإِرْشَادِ نَعَمْ إنْ كَانَ الْحَاكِمُ لَا يُزَوِّجُ إلَّا بِدَرَاهِمَ لَهَا وَقع كَمَا حَدَثَ الْآنَ فَيَتَّجِهُ أَنَّ لَهَا أَنْ تُوَلِّيَ عَدْلًا مَعَ وُجُودِهِ ، وَإِنْ سَلَّمْنَا أَنَّهُ لَا يَنْعَزِلُ بِذَلِكَ بِأَنْ عَلِمَ مُوَلِّيهِ ذَلِكَ مِنْهُ حَالَ التَّوْلِيَةِ
حواشي الشرواني جـ : 7 صـ : 299-300 دار الفكر
( قَوْلُهُ : جَازَ لَهَا أَنْ تُفَوِّضَ إلَخْ ) اعْلَمْ أَنَّ مَسْأَلَتَيْ التَّحْكِيمِ وَالتَّوْلِيَةِ فِيهِمَا تَنَاقُضٌ وَاضْطِرَابٌ نَاشِئٌ مِنْ خَلْطِ إحْدَاهُمَا بِالْأُخْرَى وَاعْتِقَادِ اتِّحَادِهِمَا وَالتَّحْقِيقُ أَنَّهُمَا مَسْأَلَتَانِ لِكُلٍّ مِنْهُمَا شُرُوطٌ تَخُصُّهَا فَمِنْ شُرُوطِ التَّحْكِيمِ صُدُورُهُ مِنْ الزَّوْجَيْنِ وَأَهْلِيَّةُ الْمُحَكَّمِ لِلْقَضَاءِ فِي الْوَاقِعَةِ وَلَا يَكْفِي مُجَرَّدُ كَوْنِهِ عَدْلًا خِلَافًا لِمَا فِي شَرْحِ الرَّوْضِ فِي بَابِ الْقَضَاءِ مِنْ الِاكْتِفَاءِ بِالْعَدَالَةِ وَمِمَّنْ نَبَّهَ عَلَى ذَلِكَ الْوَلِيِّ أَبُو زُرْعَةَ فِي تَحْرِيرِهِ وَفَقْدُ الْوَلِيِّ الْخَاصِّ بِمَوْتٍ وَنَحْوه لَا بِغَيْبَةٍ وَلَوْ فَوْقَ مَسَافَةِ الْقَصْرِ وَوَقَعَ لِبَعْضِ الْمُتَأَخِّرِينَ مِنْ جَوَازِهِ مَعَ غَيْبَتِهِ ، وَهُوَ مَمْنُوعٌ إذْ الْكَلَامُ فِي التَّحْكِيمِ مَعَ وُجُودِ الْقَاضِي وَلَا يَنُوبُ الْمُحَكَّمُ عَنْ الْغَائِبِ بِخِلَافِ الْقَاضِي فَهَذِهِ مَسْأَلَةُ التَّحْكِيمِ وَأَمَّا مَسْأَلَةُ التَّوْلِيَةِ ، وَهِيَ تَوْلِيَةُ الْمَرْأَةِ وَحْدَهَا عَدْلًا فِي تَزْوِيجِهَا فَيُشْتَرَطُ فِيهَا فَقْدُ الْوَلِيِّ الْخَاصِّ وَالْعَامِّ فَيَجُوزُ لِلْمَرْأَةِ إذَا كَانَتْ فِي سَفَرٍ ، أَوْ حَضَرٍ وَبَعُدَتْ الْقُضَاةُ عَنْ الْبَادِيَةِ الَّتِي هِيَ فِيهَا وَلَمْ يَكُنْ هُنَاكَ مَنْ يَصْلُحُ لِلتَّحْكِيمِ أَنْ تُوَلِّيَ أَمْرَهَا عَدْلًا كَمَا نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ وَأَجَابَ فِي ذَلِكَ بِقَوْلِهِ إذَا ضَاقَ الْأَمْرُ اتَّسَعَ وَبِقَوْلِهِ تَعَالَى { وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ } وَلَوْ مَنَعْنَا كُلَّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهَا مِن النِّكَاحِ مُطْلَقًا حَتَّى تَنْتَقِلَ إلَى بَلَدِ الْحَاكِمِ لَأَدَّى إلَى حَرَجٍ شَدِيدٍ وَمَشَقَّةٍ تَعُمُّ مَنْ كَانَ بِذَلِكَ الْقُطْرِ وَرُبَّمَا أَدَّى الْمَنْعُ إلَى الْوُقُوعِ فِي الْفَسَادِ انْتَهَى فَتَاوَى ابْنِ زِيَادٍ الْيَمَنِيِّ ا هـ سَيِّدْ عُمَرْ .( قَوْلُهُ وَلَوْ مَعَ وُجُودِ الْحَاكِمِ إلَخْ ) وَقَوْلُهُ بَعْدُ وَلَوْ غَيْرَ أَهْلٍ اعْتَمَدَهُمَا م ر ا هـ سم ( قَوْلُهُ لَا مَعَ وُجُودِ حَاكِمٍ إلَخْ ) عِبَارَةُ النِّهَايَةِ بَعْدَ كَلَامٍ طَوِيلٍ نَصُّهَا وَحَاصِلُهُ أَنَّ الْمَدَارَ عَلَى وُجُودِ الْقَاضِي وَفَقْدِهِ لَا عَلَى السَّفَرِ وَالْحَضَرِ ا هـ قَالَ ع ش قَوْلُهُ وَحَاصِلُهُ إلَخْ مُعْتَمَدٌ ا هـ .( قَوْلُهُ : نَعَمْ إنْ كَانَ ) إلَى قَوْلِهِ وَهَلْ يَتَقَيَّدُ فِي النِّهَايَةِ ( قَوْلُهُ : لَهَا وَقْعٌ ) أَيْ بِالنِّسْبَةِ لِلزَّوْجَيْنِ ا هـ ع ش عِبَارَةُ السَّيِّدِ عُمَرَ قَوْلُهُ : لَهَا وَقْعٌ يَنْبَغِي ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَقْعٌ ؛ لِأَنَّهُ يَفْسُقُ بِأَخْذِهَا ا هـ .
نهاية الزين شرح قرة العين رقم الجزء: 1 رقم الصفحة: 273
(ثم محكم عدل) قال الشرقاوي : فإن فقد الحاكم جاز للزوجين أن يوليا أمرهما حراً عدلاً ليعقد لهما وإن لم يكن مجتهداً ولو مع وجود مجتهد، بخلاف ما إذا وجد الحاكم ولو حاكم ضرورة فإنه لا يجوز لهما أن يوليا أمرهما إلا مجتهداً، ولا فرق في ذلك بين الحضر والسفر. نعم لو كان القاضي يأخذ دراهم لها مقدار عظيم لا تحتمل عادة النسبة للزوجين جاز لهما تولية أمرهما حراً عدلاً مع وجود القاضي، فعلم أنه لا يجوز للمرأة أن توكل مطلقاً.
حواشي الشرواني جـ : 10 صـ : 132 دار الفكر
(بشرط أهلية القضاء) يستثنى منه التحكيم في عقد النكاح فإنه يجوز فيه تحكيم من لم يكن مجتهدا كما مر ذلك في بابه مغني وأسنى قوله: (وأخذ منه) أي من التعليل قوله: (الذي لا طالب له معين) كالزكاة حيث كان المستحقون غير محصورين اه بجيرمي قوله: (وإلا جاز الخ) وفاقا لشرح المنهج وخلافا لاطلاق المغني وللنهاية عبارته نعم لا يجوز تحكيم غير مجتهد مع وجود قاض ولو قاضي ضرورة اه قوله: (ونوزع فيه الخ) والذي يتجه أن قاضي الضرورة إن كان مقلدا عارفا بمذهب إمامه عدلا فلا وجه لتحكيم من هو مثله بخلاف ما لو كان جاهلا أو فاسقا وثم مقلد عالم عدل فالظاهر جوازه اه سيد عمر عبارة البجيرمي قوله ولو مع وجود قاض أي إذا كان المحكم مجتهدا أما إذا لم يكن كذلك فلا يجوز ولو مع وجود قاضي ضرورة ع ش فيمتنع التحكيم الآن لوجود القضاة ولو قضاة ضرورة كما نقله الزيادي عن م ر إلا إذا كان القاضي يأخد مالا له وقع فيجوز التحكيم حينئذ كما قاله الحلبي اه.
بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي صـ : 207
(مسألة: ب ش): الحال في مسألة التحكيم أن تحكيم المجتهد في غير نحو عقوبة لله تعالى جائز مطلقاً، أي ولو مع وجود القاضي المجتهد، كتحكيم الفقيه غير المجتهد مع فقد القاضي المجتهد، وتحكيم العدل مع فقد القاضي أصلاً أو طلبه مالاً وإن قل، لا مع وجوده ولو غير أهل بمسافة العدوى، وكذا فوقها إن شملت ولايته بلد المرأة، بناء على وجوب إحضار الخصم من ذلك الذي رجح الإمام الغزالي والمنهاج وأصله عدمه، ولا بد من لفظ من المحكمين كالزوجين في التحكيم كقول كل: حكمتك لتعقد لي أو في تزويجي، أو أذنت لك فيه، أو زوجني من فلانة أو فلان، وكذا وكلتك على الأصح في نظيره من الإذن للولي، بل يكفي سكوت البكر بعد قوله لها: حكميني أو حكمت فلاناً في تزويجك.
بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي صـ : 207
(مسألة: ي): غاب وليها مرحلتين ولم يكن ثم قاض صحيح الولاية بأن يكون عدلاً فقيهاً، أو ولاه ذو شوكة مع علمه بحاله بمسافة القصر حكَّمت هي والزوج عدلاً يقول كل منهما: حكمتك تزوجني من فلانة أو فلان، ولا بد من قبول المحكم على المعتمد ثم تأذن له في تزويجها، ويجوز تحكيم الفقيه العدل ولو مع وجود القاضي كغير الفقيه مع عدمه بمحل المرأة ولو مع وجود فقيه
الفتاوى الفقهية الكبرى – (جــ 4 /صـ 310) دار الفكر
وسئل هل يحل أخذ الأجرة على إيجاب النكاح أو لا فإن قلتم لا فإذا لم يجر شرطها حالة العقد ولكن جرت العادة بإهداء شيء بعده هل يجوز أخذه وإذا كان العاقد قاضيا وليس له وظيفة ولا رزق من بيت المال فهل يحل له الأخذ بشرط أو طلب فأجاب نفعنا الله تعالى بعلومه بقوله لا يجوز أخذ الأجرة لقاض ولا لغيره على مجرد تلقين إيجاب النكاح لأنه غير متعب فلا يقابل بأجرة فإن طلب منه الزوج تعليم قبوله أو إيجابه وكان في تعليم أحدهما تعب يقابل عرفا بأجرة جاز له الاستئجار حينئذ ويستحق الأجرة قاضيا كان المعلم أو غيره وإذا جرت العادة في ناحية باطراد الهدية للعاقد جاز له إن كان غير قاض أخذها بشرط أن يعلم أن المهدي أهدى إليه لا لحياء ولا لخوف مذمة أو عار لو ترك فإن علم أو ظن أنه أهدى إليه استحياء أو خوف مذمته أو مذمة غيره أو أن يعيره لو لم يهد حرم قبول هديته كما أفاده الغزالي وغيره في نظائر لذلك وعلم مما قررته حكم أخذ القاضي الأجرة على العقد وأما أخذه على الحكم ففيه تفصيل حاصله أن له أن يقول للخصمين لا أحكم بينكما حتى تجعلا لي جعلا بشرط أن يكون فقيرا أو أن ينقطع بالحكم بينهما عن كسبه وأن يعلما به قبل الترافع وأن يكون عليهما معا وأن يأذن الإمام أو يعجز عن رزقه أو يفقد متطوع بالقضاء ولم يضر بالخصوم ولا جاوز قدر حاجته واشتهر قدره وساوى بين الخصوم فيه إن استوى وقت نظره وإلا جاز التفاوت والله سبحانه وتعالى أعلم.
غاية تلخيص المراد من فتاوى ابن زياد – (صـ 263)
(مسألة): ليس للقاضي أخذ عشر ما حكم به من نقد أو عقار، بل أخذه لذلك من أخذ مال الناس بالباطل وينعزل به ولا تنفذ أحكامه، وقول العباب للقاضي عشر أموال الأيتام فذاك في مقابلة أجرته في عمله في أموالهم لا في مقابلة القضاء، والعشر ليس بقيد، وإنما المقصود اعتبار أجرة مثل عمله، وليت شيخنا أضرب عن ذكر هذه المسألة في عبابه فإنها جرأت الحكام على أكل مال الأيتام، وقد بالغ ابن كج في إنكار ذلك أشد الإنكار وأقره عليه الرافعي، فإطلاق جواز ذلك باطل ليس لأحد نسبته للعلماء المعتمدين، نعم لو قال القاضي الذي لا رزق له في بيت المال ولا كفاية له للخصمين: لا أحكم بينكما حتى تجعلا لي رزقاً جاز بعشرة شروط: أن ينقطع عن كسبه، ويعلم به الخصمان قبل الترافع، ويكون عليهما معاً، ويأذن له الإمام، ويعجز عن رزقه، ويفقد متطوع، ولم يضر بالخصوم، ولا جاوز حاجته، واشتهر قدره، ويساوي بين الخصوم فيه إن استوى قدر نظره فيه وإلا جاز التفاوت، وقال السبكي: إذا ابتلي إنسان بالقضاء لا يحل له أن يأخذ عليه شيئاً إلا أن لا يرزقه الإمام أو يكتب مكتوباً يستحق أجرة مثله إذا لم يكن كتاب ذلك واجباً عليه، ولا يجوز أن يأخذ على الحكم، ولا على توليته نيابة القضاء، ولا مباشرة وقف أو مال يتيم شيئاً، وكذلك حاجب القاضي، وكل من تولى أمور المسلمين.
مجموع فى أحكام النكاح – (صـ 319 – 320)
ولو شرط العاقد أن يعطيه شيأ على العقد لم يجز إلا أن يتعب للإحتياط أو غيره فيجوز بطريق الإجارة أو بطريق الجعالة – والله سبحانه وتعالى أعلم وبالله التوفيق – وصلى الله على سيدنا محمد واله وصحبه وسلم.
عمدة المفتي ةالمستفتي ص123
مسألة قال في العباب: ولو فقد الولي الخاص فحكم الزوجان العقد جاز ولو مع وجود الولي العام انتهى. وقضيته أنه يجوز لهما أن يحكما عدلاً ولو مع وجود القاضي في البلد، وهو ما جرى عليه المهمات حيث قال: الصحيح جواز التحكيم مع وجود القاضي ودونه، لكن الذي اعتمده في التحفة أنه لا يجوز لهما ذلك بالبلد، نعم إن كان لا يزوج إلا بدراهم لها وقع فيتجه أن لها أن تولي عدلاً مع وجوده، وضابط البعد الذي يجوز التحكيم مع وجود القاضي على ما اعتمده ابن حجر أن يكون الحاكم فوق مسافة العدوى فإن كان فيها فهو في حكم الحاضر، والذي أفاده كلام الأذرعي وجرى عليه أبو زرعة أن تولية العدل الصالح للقضاء ولو في باب النكاح هو التحكيم وهو جائز ولو مع عدلاً. في الأسنوي في مع وجود قاض، بل هو أولى إذا كان القاضي قاضي الضرورة لكن عند فقد الولي الخاص، وأن تولية العدل المجرد تسمى تفويضاً لا تحكيماً، وأن شرطه فقد الولي الخاص والقاضي، وعبارة التحفة شاهدة لذلك ونصها: لو لم يكن ولي أصلاً جاز لها أن تفوض مع خاطبها أمرها إلى مجتهد عدل فيزوجها، ولو مع وجود الحاكم المجتهد أو إلى عدل غير مجتهد، ولو مع وجود مجتهد غير قاض فيزوجها لا مع وجود حاكم انتهى. قال الأشخر: واشتراط صلاحية العدل للقضاء أي كونه مجتهداً محله إن كان قاضي البلد كذلك، فإن كان مقلّداً جاز كون المحكم مقلداً، كما أخذه الشيخ تقي الدين عمر الفتى الزبيدي من قول الأنوار: يشترط في المحكم صفات قاضي البلد. ومن قول الروضة : يشترط في المحكم صفات القاضي انتهى. وصيغة التحكيم: حكمتك أن تزوجني بفلان والزوج يقول بفلانة. قال في العباب : وإن كانت بكراً فقال: حكمتني في تزويجك بهذا فسكنت كفي إنتهى. وإنما يجوز التحكيم من كبيرة لا صغيرة.
CARA MENGANGKAT MUHAKAM
إعانة الطالبين جـ : 3 صـ : 318 دار الفكر
(قوله: ولته) أي فوضته وقوله مع خاطبها: إنما قيد بذلك لان حكم المحكم لا يفيد إلا برضاهما به معا ولا بد أن يكون لفظا فلا يكفي السكوت نعم يكفي سكوت البكر إذا استئذنت في التحكيم.وقوله أمرها: مفعول ثان لولت، وفي العبارة حذف: أي وولاه الخاطب أمره لان المرأة تفوضه أمر نفسها والخاطب كذلك يفوضه أمر نفسه .
إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين ,3/357
(وقوله: على ترتيب ولايتهم) أي السابق بيانه من تقديم الأخ الشقيق على غيره وهكذا.ولا يجوز أن ينتقل إلى المنزلة الثانية مع وجود الأولى.فعلى هذا لو غاب الشقيق لا يزوج الذي لأب بل السلطان، كما سيأتي، في كلامه

TIDAK BISA MENDIRIKAN MUHAKKAM KETIKA QODHI MASIH ADA, KECUALI QODHI MEMINTA BAYARAN BOLEH MENDIRIKAN MUHAKAM ADIL WALAUPUN QODHI ITU ADA
روضة الطالبين – (ج 7 / ص 50)
فرع روى يونس بن عبد الأعلى أن الشافعي رضي الله عنه قال في الرفقة امرأة لا ولي لها فولت أمرها رجلا حتى يزوجها جاز وليس هذا قولا في صحة النكاح بلا ولي لأن أبا عاصم العبادي حكى هذا النص في طبقات الفقهاء ثم ذكر أن من أصحابنا من أنكره ومنهم من قبله وقال إنه تحكيم والمحكم قام مقام الحاكم
بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي – (ج 1 / ص 426)
(مسألة: ي): غاب وليها مرحلتين ولم يكن ثم قاض صحيح الولاية بأن يكون عدلاً فقيهاً، أو ولاه ذو شوكة مع علمه بحاله بمسافة القصر حكَّمت هي والزوج عدلاً يقول كل منهما: حكمتك تزوجني من فلانة أو فلان، ولا بد من قبول المحكم على المعتمد ثم تأذن له في تزويجها، ويجوز تحكيم الفقيه العدل ولو مع وجود القاضي كغير الفقيه مع عدمه بمحل المرأة ولو مع وجود فقيه.
الكفاءة
BOLEH MENGANGKAT MUHAKKAM YANG AHLI IJTIHAD SECARA MUTLAK BAIK QODHI ADA ATAU TIDAK
فتح المعين 472
ثم إن لم يوجد ولي ممن مر فيزوجها محكم عدل حر ولته مع خاطبها أمرها ليزوجها منه وإن لم يكن مجتهدا إذا لم يكن ثم قاض ولو غير أهل وإلا فيشترط كون المحكم مجتهدا.قال شيخنا: نعم إن كان الحاكم لا يزوج إلا بدراهم كما حدث الآن فيتجه أن لها أن تولي عدلا مع وجوده وإن سلمنا أنه لا ينعزل بذلك بأن علم موليه ذلك منه حال التولية انتهى.
إعانة الطالبين – (ج 3 / ص 319)
( قوله وإن لم يكن مجتهدا ) غاية لقوله فيزوجها محكم عدل أي يزوجها ذلك المحكم وإن لم يكن مجتهدا وقوله إذا لم يكن الخ قيد في جواز تزويج المحكم مطلقا وإن كان ليس بمجتهد أي محل جواز ذلك مطلقا إذا لم يوجد ثم أي في المحل الذي حكما المحكم فيه قاض ( والحاصل ) يجوز تحكيم المجتهد مطلقا سواء وجد حاكم ولو مجتهدا أم لا وتحكيم العدل غير المجتهد بشرط أن لا يكون هناك قاض ولو غير أهل سواء وجد مجتهد أم لا ( قوله وإلا ) أي بأن كان ثم قاض ولو غير أهل
KEPALA KUA DALAM KAJIAN FIKIH STATUSNYA SEBAGAI MUTAWALLI LI ‘UQUD AL-ANKIHAH ATAU MUSTAKHLAF.
حاشية الباجوري ص 229 ج 2
ثم الحاكم عاما كان او خاصا كالقاضي والمتولي لعقد الأنكحة او لهذا العقد بخصوصه
عمدة المفتي والمستفتي ص 521 ج 2
والمراد بمن يتولي عقود الأنكحة هو من يزوج من لا ولي لها او لها ولي غائب الى مرحلتين او عضلها وليها او كان محرما او فقد ولم يعرف موضعه هذا هو الذي تحتاج الي الشروط المذكرة أما لو جاء الولي والزوج الي شخص ليتوسط بينهما في العقد ويلقنهما فلايشترط فيه شيء من الشروط السابقة لأنه لو قال الولي للزوج بحضرة شاهدين عدلين زوجتك بنتي فقال قبلت نكاحها صح وان لم يكن بينهما قاض ولاعالم ولاغيرهما اذا تم ذلك.
شرح البهجة الوردية جـ : 4 صـ : 110
( قوله : ثم السلطنة ) قال م ر المراد بالسلطان هنا وفيما يأتي من شملها ولايته عاما كان أو خاصا كالقاضي والمتولي لعقود الأنكحة ا هـ والمراد بالمتولي لعقود الأنكحة من نصبه بدله في ولاية العقود لا من نصبه لإجراء العقد بين الزوج والولي كما هم الآن
إعانة الطالبين جـ : 3 صـ : 359
السلطان ولي من لا ولي لها (قوله: والمراد) أي بالسلطان من له ولاية: أي عامة أو خاصة …الى أن قال… وحاصل الدفع أن المراد بالسلطان كل من له سلطنة أو ولاية على المرأة عاما كان كالإمام او خاصا كالقاضي والمتولي لعقود الأنكحة أو هذا النكاح بخصوصه.
IBAROT TAMBAHAN
بغية المسترشدين ص : 203
( مسئلة ) غاب وليها مسافة القصر انتقلت الولاية للحاكم لا للأبعد فى الأصح نعم ينبغى استئذانه او الإذن له خروجا من هذا الخلاف القائل به الأئمة الثلاثة . فلو زوج الأبعد حينئذ كان الوطء شبهة يثبت به نسب الأولاد وتحكيم المصاهرة ومهر المثل للموطوئة والعدة لأجل النظر واللمس والخلوة وعدم النقص ويجب التفريق بينهما
حاشيتا القليوبي وعميرة ج : 3 ص : 228
ولو غاب الأقرب إلى مرحلتين زوج السلطان نيابة عنه لبقائه على الولاية ولا يستأذن لطول مسافته ودونهما لايزوج إلا بإذنه لقصر مسافته
إعانة الطالبين ج: 3 ص: 316
اه قوله أو غاب إلى دونهما معطوف على قوله أو غاب مرحلتين ومقابل له أي أو لم يغب إلى مرحلتين بل غاب إلى دونهما لكن تعذر الوصول إليه فللقاضي أن يزوجها عند غيبته حينئذ وخرج بقوله لكن تعذر الوصول إليه ما إذا لم يتعذر فلا يزوج إلا بإذنه كما لو كان مقيما وعبارة شرح الروض أما ما دون مسافة القصر فلا يزوج حتى يرجع الولي فيحضر أو يوكل كما لو كان مقيما نعم لو تعذر الوصول إليه لفتنة أو خوف ففي الجيلي أن له أن يزوج بلا مراجعة في الأصح
بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي – (ج 1 / ص 414)
(مسألة: ش): أصل المذهب أن الفاسق لا يلي النكاح بل تنتقل الولاية للأبعد ثم القاضي، فلو امتنع الولي من التزويج إلا ببذل مال فلها مع خاطبها التحكيم، وكذا إن قلنا الفاسق يلي وامتنع من تزويجها.
الفتاوى الفقهية الكبرى – (ج 4 / ص 298)
ما قَالَهُ في الْكَافِي كَذَا قال في مِفْتَاحِ ابْنِ كَبْنٍ فَهَلْ ما ذَكَرَ صَحِيحٌ أَمْ لَا فَأَجَابَ نَفَعَنَا اللَّهُ تَعَالَى بِعُلُومِهِ بِقَوْلِهِ ما ذَكَرَ في هذه الْأَجْوِبَةِ صَحِيحٌ جَارٍ على الْقَوَاعِدِ لِمَا عَلِمْت أَنَّهُ مَذْكُورٌ في حَاوِي الْمَاوَرْدِيُّ وَأَقَرَّهُ ابن الرِّفْعَةِ وَغَيْرُهُ وَيُوَافِقُهُ كَلَامُ صَاحِبِ الْكَافِي وَكَفَى بِاعْتِمَادِ هَؤُلَاءِ الْمُفْتِينَ له وهو اللَّائِقُ بِقَاعِدَةِ أَنَّ الْمَشَقَّةَ تَجْلِبُ التَّيْسِيرَ وَأَنَّ الضَّرُورَاتِ تُبِيحُ الْمَحْظُورَاتِ وَغَيْرِهِمَا فإذا خَلَتْ بَلَدٌ أو قُطْرٌ عن نُفُوذِ أَوَامِرِ السُّلْطَانِ فيها لِبُعْدِهَا وَانْقِطَاعِ أَخْبَارِهَا عنه وَعَدَمِ انْقِيَادِ أَهْلِهَا لِأَوَامِرِهِ لو بَلَغَتْهُمْ فلم يُرْسِلْ لهم قَاضِيًا وَجَبَ على كُبَرَاءِ أَهْلِهَا أَنْ يُوَلُّوا من يَقُومُ بِأَحْكَامِهِمْ وَلَا يَجُوزُ لهم أَنْ يَتْرُكُوا الناس فَوْضَى لِأَنَّ ذلك يُؤَدِّي إلَى ضَرَرٍ عَظِيمٍ فإذا وَلَّوْا عَدْلًا نَفَذَتْ جَمِيعُ أَحْكَامِهِ وَصَارَ في حَقِّهِمْ كَالْقَاضِي وَلَا يُشْتَرَطُ فيه اجْتِهَادٌ لِأَنَّ غَايَتَهُ أَنَّهُ كَالْمُحَكَّمِ وَالْمُحَكَّمُ لَا يُشْتَرَطُ فيه الِاجْتِهَادُ إلَّا مع وُجُودِ الْقَاضِي وَأَمَّا مع فَقْدِهِ فَيَجُوزُ تَحْكِيمُ الْعَدْلِ لَكِنْ لَا بُدَّ من مَعْرِفَتِهِ لِلْأَحْكَامِ التي يَحْتَاجُ إلَيْهَا وَلَوْ بِاسْتِفَادَتِهَا من غَيْرِهِ وما ذَكَرَهُ السَّائِلُ عن جَمْعٍ مِمَّا يُخَالِفُ ذلك مَحْمُولٌ على هذا التَّفْصِيلِ وَأَمَّا ما ذَكَرَهُ الْأَصْبَحِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى من قَوْلِهِ صِفَتُهُ صِفَةُ الْقُضَاةِ فَهُوَ مُؤَوَّلٌ بِمَا قَالَهُ السَّيِّدُ السَّمْهُودِيُّ رَحِمَهُمَا اللَّهُ تَعَالَى وما ذُكِرَ من تَأْثِيمِ جَمِيعِ أَهْلِ الْحَلِّ وَالْعَقْدِ بِتَرْكِ نَصْبِ حَاكِمٍ يَحْكُمُ بين الناس في بِلَادِهِمْ مُتَّجِهٌ
تحفة المحتاج في شرح المنهاج – (ج 29 / ص 422)
( قَوْلُهُ : فَيَتَّجِهُ أَنَّ لَهَا إلَخْ ) ظَاهِرُهُ ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مُجْتَهِدًا ، وَهُوَ ظَاهِرٌ ؛ لِأَنَّ وُجُودَ الْقَاضِي الْمَذْكُورِ كَعَدَمِهِ وَعِنْدَ عَدَمِهِ لَا يُشْتَرَطُ فِيمَنْ تُوَلِّيهِ الِاجْتِهَادُ ا هـ سَيِّدُ عُمَرَ ( قَوْلُهُ : مَعَ وُجُودِهِ ) أَيْ الْقَاضِي ( قَوْلُهُ : بِأَنْ عَلِمَ إلَخْ ) تَصْوِيرٌ لِعَدَمِ الْعَزْلِ وَقَوْلُهُ مُوَلِّيهِ أَيْ مَنْ وَلَّاهُ لِلْقَضَاءِ وَقَوْلُهُ بِذَلِكَ أَيْ بِأَنَّهُ إنَّمَا يُزَوِّجُ بِالدَّرَاهِمِ وَفِي سم مَا نَصُّهُ يَنْبَغِي أَوْ لَمْ يَعْلَمْ وَكَانَ بِحَيْثُ لَوْ عَلِمَ لَمْ يَعْزِلْهُ ا هـ .( قَوْلُهُ : وَهَلْ يَتَقَيَّدُ ذَلِكَ ) أَيْ جَوَازُ تَحْكِيمِ الْعَدْلِ فِي النِّكَاحِ ( قَوْلُهُ بِمَحَلِّ وِلَايَتِهِ ) أَيْ بِكَوْنِ الْمَرْأَةِ بِمَحَلِّ وِلَايَةِ الْقَاضِي ( قَوْلُهُ بِشَرْطِهِ ) ، وَهُوَ كَوْنُ الْمُحَكَّمِ مُجْتَهِدًا عَدْلًا مُطْلَقًا ، أَوْ عَدْلًا مَعَ فَقْدِ الْحَاكِمِ حِسًّا ، أَوْ شَرْعًا ( قَوْلُهُ : وَالثَّانِي أَقْرَبُ ) بَلْ مُتَعَيَّنٌ ا هـ سَيِّدُ عُمَرَ .
حواشي الشرواني – (ج 7 / ص 237)
( جاز لها أن تفوض الخ ) اعلم أن مسألتي التحكيم والتولية فيهما تناقض واضطراب نشاء من خلط إحداهما بالأخرى واعتقاد اتحادهما والتحقيق أنهما مسألتان لكل منهما شروط تخصها فمن شروط التحكيم صدوره من الزوجين وأهلية المحكم للقضاء في الواقعة ولا يكفي مجرد كونه عدلا خلافا لما في شرح الروض في باب القضاء من الاكتفاء بالعدالة وممن نبه على ذلك الولي أبو زرعة في تحريره وفقد الولي الخاص بموت ونحوه لا بغيبة ولو فوق مسافة القصر ووقع لبعض المتأخرين من جواز مع غيبته وهو ممنوع إذ الكلام في التحكيم مع وجود القاضي ولا ينوب المحكم عن الغائب بخلاف القاضي فهذه مسألة التحكيم وأما مسألة التولية وهي تولية المرأة وحدها عدلا في تزويجها فيشترط فيها فقد الولي الخاص والعام فيجوز للمرأة إذا كانت في سفر أو حضر وبعدت القضاة عن البادية التي هي فيها ولم يكن هناك من يصلح للتحكيم أن تولي أمرها عدلا كما نص عليه الشافعي رضي الله تعالى عنه وأجاب في ذلك بقوله إذا ضاق الأمر اتسع وبقوله تعالى { وما جعل عليكم في الدين من حرج } ولو منعنا كل من لا ولي لها من النكاح مطلقا حتى تنتقل إلى بلد الحاكم لأدى إلى حرج شديد ومشقة تعم من كان بذلك القطر وربما أدى المنع إلى الوقوع في الفساد انتهى فتاوي ابن زياد اليمني اه سيد عمر
حاشية الجمل على المنهج لشيخ الإسلام زكريا الأنصاري – ث – (ج 10 / ص 638)
واعتمد شيخنا م ر كما نقله عن والده أنه إذا فقد الأهل لا يجوز تحكيم غيره إلا في النكاح إذا فقد القاضي ولو قاضي الضرورة أو ترتب على الرفع إليه غرامة مال لأن نفوذ قضاء غير الأهل إنما هو للشوكة يستند إليها المحكم وقال م ر المعتمد أنه لا يجوز تحكيم غير الأهل مطلقا ولو مع وجود قاضي الضرورة إلا في النكاح إلا إذا فقدت القاضي وكانت في السفر فولت أمرها عدلا يزوجها وإلا إذا ترتب على الرفع لقاضي الضرورة غرامة مال على الحكم نعم إن فقد القاضي مطلقا حتى قاضي الضرورة كالفاسق واحتيج إلى الحاكم جاز تحكيم أصلح وأفضل من يوجد من العدول بخلاف غيرهم
فقه السنة – (جـ 3 / صـ 405)
قال في فتح العلام: ” وحاصل ما يأخذه القضاة من الاموال على أربعة أقسام: رشوة، وهدية، وأجرة، ورزق. فالاول الرشوة إن كانت ليحكم له الحاكم بغير حق فهي حرام على الاخذ والمعطي، وإن كانت ليحكم له بالحق على غريمه فهي حرام على الحاكم دون المعطي. لانها لاستيفاء حقه، فهي كجعل الابق وأجرة الوكالة على الخصومة. وقيل: تحرم لانها توقع الحاكم في الاثم. وأما الهدية وهي الثاني: فإن كان ممن يهاديه قبل الولاية فلا يحرم استدامتها. وإن كان لا يهدي إليه إلا بعد الولاية: فان كانت ممن لا خصومة بينه وبين أحد عنده، جازت وكرهت. وإن كانت ممن بينه وبين غريمه خصومة عنده فهي حرام على الحاكم والمهدي. وأما الاجرة وهي الثالث: فإن كان للحاكم جراية من بيت المال ورزق منه حرمت بالاتفاق، لانه إنما أجري له الرزق لاجل الاشتغال بالحكم فلا وجه للاجرة. وإن كان لا جراية له من بيت المال جاز له أخذ الاجرة على قدر عمله غير حاكم، فإن أخذ أكثر مما يستحقه حرم عليه. لانه إنما يعطى الاجرة لكونه عمل عملالا لاجل كونه حاكما. فأخذه لما زاد على أجر مثله غير حاكم إنما أخذها لافي مقابلة شئ بل في مقابلة كونه حاكما. ولا استحق لاجل كونه حاكما شيئا من أموال الناس اتفاقا. فأجرة العمل أجرة مثله، فأخذ الزيادة على أجرة مثله حرام. ولذا قيل إن تولية القضاء من كان غنيا أولى من توليته من كان فقيرا. وذلك لانه لفقره يصير متعرضا لتناول ما لا يجوز له تناوله إذا لم يكن له رزق من بيت المال ” ا.هـ .
بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي صـ : 91
(مسألة: ك): يجب امتثال أمر الإمام في كل ما له فيه ولاية كدفع زكاة المال الظاهر، فإن لم تكن له فيه ولاية وهو من الحقوق الواجبة أو المندوبة جاز الدفع إليه والاستقلال بصرفه في مصارفه، وإن كان المأمور به مباحاً أو مكروهاً أو حراماً لم يجب امتثال أمره فيه كما قاله (م ر) وتردد فيه في التحفة، ثم مال إلى الوجوب في كل ما أمر به الإمام ولو محرماً لكن ظاهراً فقط، وما عداه إن كان فيه مصلحة عامة وجب ظاهراً وباطناً وإلا فظاهراً فقط أيضاً .
(Waqi’iyyah)

1. WAKAF TANAH UNTUK KUBURAN NON MUSLIM
Deskripsi masalah
Ada konflik di masyarakat, bahwa pemakaman muslim dan non muslim tidak boleh dicampur, ada salah seorang muslim berniat wakaf untuk kuburan, sehingga non muslim bisa di makamkan di tanah tersebut.

Pertanyaan
a. Apa hukum wakaf untuk kuburan non muslim tersebut ?

Jawaban : Sah dan diperbolehkan karena termasuk wakaf pada jihah dan tidak terdapat unsur kemaksiatan.

Referensi:
تحفة المحتاج في شرح المنهاج – (ج 6 / ص 383)
( أَوْ ) عَلَى ( جِهَةٍ لَا يَظْهَرُ فِيهَا الْقُرْبَةُ ) بَيَّنَ بِهِ أَنَّ الْمُرَادَ بِجِهَةِ الْقُرْبَةِ مَا ظَهَرَ فِيهِ قَصْدُهَا وَإِلَّا فَالْوَقْفُ كُلُّهُ قُرْبَةٌ ( كَالْأَغْنِيَاءِ صَحَّ فِي الْأَصَحِّ ) كَمَا يَجُوزُ بَلْ يُسَنُّ الصَّدَقَةُ عَلَيْهِمْ فَالْمَرْعِيُّ انْتِفَاءُ الْمَعْصِيَةِ عَنْ الْجِهَةِ فَقَطْ نَظَرًا إلَى أَنَّ الْوَقْفَ تَمْلِيكٌ كَالْوَصِيَّةِ وَمِنْ ثَمَّ اسْتَحْسَنَّا بُطْلَانَهُ عَلَى نَحْوِ الذِّمِّيِّينَ وَالْفُسَّاقِ لِأَنَّهُ إعَانَةٌ عَلَى مَعْصِيَةٍ لَكِنْ نَازَعُوهُمَا نَقْلًا وَمَعْنًى وَمَرَّ فِي الطُّيُورِ مَا يُعْلَمُ مِنْهُ أَنَّهُ يُشْتَرَطُ فِيهَا أَيْضًا أَنْ تَكُونَ مِمَّا يُقْصَدُ الْوَقْفُ عَلَيْهِ عُرْفًا قِيلَ تَمْثِيلُ الْمَتْنِ غَيْرُ صَحِيحٍ لِسَنِّ الصَّدَقَةِ عَلَى الْأَغْنِيَاءِ فَكَيْفَ لَا يَظْهَرُ فِيهِمْ قَصْدُ الْقُرْبَةِ ؟ انْتَهَى وَهُوَ جُمُودٌ إذْ فَرْقٌ وَاضِحٌ بَيِّنٌ لَا يَظْهَرُ وَلَا يُوجَدُ فَتَأَمَّلْهُ وَلَوْ حَصَرَهُمْ كَأَغْنِيَاءِ أَقَارِبِهِ صَحَّ جَزْمًا كَمَا بَحَثَهُ ابْنُ الرِّفْعَةِ وَغَيْرُهُ وَالْغَنِيُّ هُنَا مَنْ تَحْرُمُ عَلَيْهِ الزَّكَاةُ قَالَهُ الزُّبَيْرِيُّ وَبَحَثَ الْأَذْرَعِيُّ اعْتِبَارَ الْعُرْفِ ثُمَّ شَكَّك فِيهِ وَيَأْتِي أَوَائِلُ الْوَصِيَّةِ حُكْمُ الْوَقْفِ عَلَى الشَّيْخِ الْفُلَانِيِّ أَوْ ضَرِيحِهِ
الشَّرْحُ : ( قَوْلُهُ : أَنَّ الْمُرَادَ بِجِهَةِ الْقُرْبَةِ ) أَيْ السَّابِقَةِ آنِفًا ( قَوْلُهُ : عَلَى نَحْوِ الذِّمِّيِّينَ وَالْفُسَّاقِ ) هَلْ صُورَةُ الْمَسْأَلَةِ أَنَّهُ عَبَّرَ بِالذِّمِّيِّينَ وَالْفُسَّاقِ ؟ .ا هـ .سم أَقُولُ ظَاهِرُ كَلَامِهِمْ نَعَمْ عِبَارَةُ الْبُجَيْرِمِيِّ وَيَصِحُّ عَلَى يَهُودٍ أَوْ نَصَارَى أَوْ فُسَّاقٍ أَوْ قُطَّاعِ طَرِيقٍ عَلَى الْمُعْتَمَدِ وَفِيهِ مَا لَا يَخْفَى ؛ لِأَنَّهُ إعَانَةٌ عَلَى مَعْصِيَةٍ انْتَهَى حَلَبِيٌّ وَالظَّاهِرُ أَنَّ مَحَلَّ الصِّحَّةِ إذَا لَمْ يَكُنْ الْوَصْفُ الْقَائِمُ بِهِمْ بَاعِثًا عَلَى الْوَقْفِ بِأَنْ أَرَادَ ذَوَاتَهمْ بِخِلَافِ مَا إذَا قَالَ وَقَفْت هَذَا عَلَى مَنْ يَفْسُقُ أَوْ يَقْطَعُ الطَّرِيقَ فَلَا يَصِحُّ .ا هـ .( قَوْلُهُ : اسْتَحْسَنَا ) أَيْ الشَّيْخَانِ ( قَوْلُهُ : لَكِنْ نَازَعُوهُمَا نَقْلًا إلَخْ ) اعْتَمَدَ م ر النِّزَاعَ .ا هـ .سم عِبَارَةُ النِّهَايَةِ وَهُوَ أَيْ مَا اسْتَحْسَنَاهُ مِنْ الْبُطْلَانِ مَرْدُودٌ نَقْلًا وَمَعْنًى .ا هـ .وَعِبَارَةُ الْمُغْنِي وَهَذَا أَيْ صِحَّةُ الْوَقْفِ عَلَى أَهْلِ الذِّمَّةِ وَالْفُسَّاقِ هُوَ الْمُعْتَمَدُ وَمِمَّنْ صَرَّحَ بِصِحَّةِ الْوَقْفِ عَلَى الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى الْمَاوَرْدِيُّ وَالصَّيْمَرِيُّ وَهُوَ الْمَذْكُورُ فِي الشَّامِلِ وَالْبَحْرِ وَالتَّتِمَّةِ .ا هـ .( قَوْلُهُ : يُشْتَرَطُ فِيهَا ) أَيْ الْجِهَةِ أَيْ فِي الْوَقْفِ عَلَيْهَا ( قَوْلُهُ : إذْ فَرْقٌ وَاضِحٌ إلَخْ ) قَدْ يُقَالُ لَيْسَ هَذَا حَقُّ الْجَوَابِ ؛ لِأَنَّ الْمُعْتَرِضَ لَمْ يُسَوِّ بَيْنَهُمَا بَلْ ادَّعَى الظُّهُورَ فِي الْأَغْنِيَاءِ الَّذِي نَفَاهُ الْمُصَنِّفُ فَكَانَ حَقُّ الْجَوَابِ إنَّمَا هُوَ ادِّعَاءُ مَنْعِ الظُّهُورِ
المجموع شرح المهذب – (ج 15 / ص 326)
(فصل) ولا يصح الوقف الا على بر ومعروف كالقناطر والمساجد والفقراء والاقارب، فان وقف على ما لا قربة فيه كالبيع والكنائس وكتب التوراة والانجيل، وعلى من يقطع الطريق أو يرتد عن الدين لم يصح، لان القصد بالوقف القربة، وفيما ذكرناه إعانة على المعصية، وان وقف على ذمى جاز لانه في موضع القربة، ولهذا يجوز التصدق عليه فجاز الوقف عليه
الفتاوى الفقهية الكبرى – (ج 3 / ص 225)
مَسْأَلَة هل يَصِحُّ الْوَقْفُ بِشَرْطِ الْعُزُوبِيَّةِ أَجَبْت الذي ذَكَرَهُ الرَّافِعِيُّ لو وَقَفَ على الْفُقَرَاءِ بِشَرْطِ الْعُزُوبَةِ اُتُّبِعَ شَرْطُهُ وفي فَتَاوَى الْبُلْقِينِيُّ أَنَّهُ لَا يَصِحُّ هذا الشَّرْطُ لِمُخَالَفَتِهِ طَلَبَ التَّزَوُّجِ الْمَنْصُوصِ عليه في الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَإِجْمَاعِ الْأُمَّةِ ا هـ وَإِنَّمَا يُتَّجَهُ ذلك إنْ كنا نَشْتَرِطُ في شُرُوطِ الْوَاقِفِ أَنْ تَكُونَ قُرْبَةً أَمَّا إذَا لم نَشْرِطْ فيها ذلك وهو ما يَدُلُّ عليه كَلَامُ الْأَكْثَرِينَ فَلَا نُلْغِي هذا الشَّرْطَ وفي الْخَادِمِ مُقْتَضَى قَوْلِهِمْ أَنَّ الْوَقْفَ قُرْبَةٌ وَلَا يَصِحَّ إلَّا على جِهَةٍ تَظْهَرُ فيها الْقُرْبَة إنَّ كُلَّ شَرْطٍ لَا يَتَعَلَّقُ بِهِ قُرْبَة لَا يَصِحُّ الْوَقْفُ عليه وَعَلَى هذا فَالْوَقْفُ بِشَرْطِ الْعُزُوبِيَّةِ بَاطِلٌ ا هـ وَفِيهِ نَظَرٌ فَلَيْسَ مُقْتَضَى قَوْلِهِمْ ذلك إذْ لَا يَلْزَمُ من رِعَايَةِ الْقُرْبَة في أَصْلِ الْوَقْفِ رِعَايَتهَا في شُرُوطِهِ فَتَأَمَّلْهُ
كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار – (ج 1 / ص 306)
أما إِذا وقف على ذمِّي بِعَيْنِه فَإِنَّهُ يَصح لِأَن الْوَقْف كصدقة التَّطَوُّع وَهِي عَلَيْهِ جَائِزَة بِخِلَاف الْوَقْف على الْحَرْبِيّ وَالْمُرْتَدّ فَإِنَّهُ لَا يَصح على الرَّاجِح لِأَنَّهُمَا مقتولان فَهُوَ وقف على من لَا دوَام لَهُ فَأشبه وقف شَيْء لَا دوَام لَهُ
شرح البهجة الوردية – (ج 12 / ص 319
ثم أخذ في بيان الموقوف عليه وهو قسمان : معين ، وجهة فقال : ( على أهل لملك ذاك ) أي : صح الوقف على معين أهل لتملك الموقوف من الواقف بأن يمكن تمليكه له ؛ لأن الوقف تمليك العين والمنفعة إن قلنا بانتقال الملك إليه ، وتمليك المنفعة إن لم نقل به فيجوز الوقف على الذمي كالوصية له والتصدق عليه واعتبروا إمكان تمليك الموقوف لا منفعته ليدخل في عدم الصحة وقف الرقيق المسلم والمصحف على الكافر وأفهم كلامه اعتبار بيان المصرف كالمشتري ولأن جهالته مبطلة فعدم ذكره أولى ويخالف ما لو قال أوصيت بثلثي فإنه يصح ويصرف للفقراء حملا على الغالب من الإيصاء لهم ولأن الوصية مبنية على المساهلة فتصح بالمجهول والنجس وغيرهما بخلاف الوقف ذكر ذلك في الروضة
الفقه المنهجي على مذهب الإمام الشافعي – (ج 5 / ص 20)
الوقف على الكافر : أجاز علماء الشافعية والوقف على كافر إذا كان ذمياً معيّناً ما دام الواقف لا يقصد بوقفه عليه معصية، وذلك لأن الصدقة تجوز على الذمِّي، فكذلك الوقف جائز عليه.
HUKUM MENGUBUR NON MUSLIM INDONESIA
أسنى المطالب شرح روض الطالب – (ج 4 / ص 272)
( ويجب تكفين الذمي ودفنه ) علينا إذا لم يكن له مال ولا من تلزمه نفقته وفاء بذمته كما يجب إطعامه وكسوته حيا حينئذ وفي معناه المعاهد والمؤمن
MENCAMPUR KUBURAN MUSLIM DG NON MUSLIM
الجمل ج 2 ص 201
ولا يجوز دفن مسلم في مقبرة الكفار حيث وجد غيرها ولا عكسه فإن اختلفوا أفردوا بمقبرة كما مر ويجوز جعل مقبرة أهل الحرب أو الذمة بعد اندراسها مقبرة للمسلمين ومسجدا إذ مسجده عليه الصلاة والسلام كان كذلك ا هـ . شرح م ر
تحفة المحتاج الجزء الثالث صحـ : 172
قال في الروضة ولا يدفن مسلم في مقبرة الكفار ولا كافر في مقبرة المسلمين قال في الخادم ولا يخفى أنه حرام انتهى ولو لم يوجد موضع صالح لدفن الذمي غير مقبرة المسلمين ولو أمكن نقله لصالح لذلك هل يجوز دفنه حينئذ في مقبرة المسلمين ولو لم يمكن دفنه إلا في لحد واحد مع مسلم هل يجوز للضرورة فيه نظر ويحتمل الجواز للضرورة لأنه لا سبيل إلى تركه من غير دفن فليحرر سم على المنهج ويقال مثله في المسلم الذي لم يتيسر دفنه إلا مع الذميين ع ش

WAJIB DIBEDAKAN SECARA DHOHIR
كشاف القناع الجزء الثالث ص: 129
(ويلتزم تمييز قبورهم عن قبورنا تمييزا ظاهرا كالحياة وأولى) وذلك بأن لا يدفنوا أحدا منهم في مقابرنا (وينبغي مباعدة مقابرهم عن مقابر المسلمين وظاهره وجوبا لئلا تصير المقبرتان مقبرة واحدة لأنه لا يجوز دفنهم في مقابر المسلمين وكلما بعدت) مقابرهم (عنها كان أصلح) للتباعد عن المفسدة
MAYIT TERSIKSA SEBAB BERADA DISAMPING KUBURAN ORANG JELEK
فيض القدير الجزء الأول ص: 229
(ادفنوا) أيها المسلمون (موتاكم) المسلمين (وسط) بفتح السين وسكونها وهو أفصح (قوم صالحين) جمع صالح بحقوق الله وحقوق عباده وتتفاوت درجاته والوسط بمعنى المتوسط بين جماعة من الأموات لكن ليس المراد هنا حقيقة التوسيط وهو جعل الشيء في الوسط بل الدفن بقرب قبر صالح أو بمقبرة الصلحاء ولو في طرفها فيكره الدفن بقرب قبر مبتدع أو محمود والأفضل بأفضل مقبرة البلد ويحرم دفن مسلم في مقبرة كفار وعكسه كما أشار إليه بقوله (فإن الميت يتأذى) يتضرر (بجار السوء) بالفتح والإضافة أي بسبب جوار جار السوء الميت وتختلف مراتب الضرر باختلاف أحوال المتضرر منه لنحو شدة تعذيب أو نتن ريح أو ظلمة ذلك
BATASAN PENGUMPULAN SATU MAKAM
الترمسي جزء الثاني صحـ465
(لإدخال ميت اخر) أي في ذلك القبر وهو حرام أيضا قبل البلاء حيث لا ضرورة لما فيه من هتك حرمة الأول قال في المغني وأما إذا جعل في القبر في لحد أخر من غير أن يظهر من الميت الأول شيئ كما يفعل الان كثيرا فالظاهر عدم الحرمة ولم ار من ذكر ذلك ولو وجد عظمه قبل كمال الحفر طمه وجوبا مالم يحتج إليه أوبعده نحاه ودفن الأخر فإن ضاق بان لم يمكن دفنه إلا عليه فظاهر قولهم نحاه حرمة الدفن هنا حيث لا حاجة وليس ببعيد لان الإيذاء أشد
مطالب أولي النهى الجزء الأول ص: 922
(ويجوز جعل مقبرة كفار مندرسة مقبرة للمسلمين فإن بقي عظم) من عظام الكفار (دفن بموضع آخر وغيرها) أي غير مقبرة الكفار (أولى) منها لأنها بقعة مغضوب عليها باعتبار من كان فيها

2. SAPI NADZAR UNTUK QURBAN, MATI (MWC KAYEN)
Deskripsi masalah
Pada suatu hari pak Toni membeli seekor anak sapi dan bernadzar apabila sapi tersebut sudah besar, akan dijadikan qurban. ketika sapi tersebut sudah besar dan layak dijadikan qurban, sapi tersebut mati terlebih dahulu
Pertanyaan:
a. Apa hukum nadzar tersebut, apakah nazdar tersebut gugur atau masih tetap wajib, sehingga pak Toni harus mengganti dengan sapi yang lain ?
Jawaban : Mengingat nadzar dalam deskripsi merupakan nadzar mu’ayyan ibtidaan (ditentukan dari awal) , maka hukum nadzar sah, dan pak Toni tidak ada kewajiban mengganti, apabila kematian sapi tersebut tidak dikarenakan unsur kecerobohan.

حاشية الباجوري الجزء الثاني صحـ 305-306
ومن نذر أضحية معينة كأن قال لله علي أن أضحي بهذه وفي معناه جعلت هذه أضحية أو نذر أضحية في ذمته كأن قال لله علي أضحية ثم عينها لزمه ذبحها في وقتها وفاء بمقتضى ما التزمه فلو خرج الوقت لزمه ذبحها قضاء كما نقله الروياني عن الأصحاب فإن تلفت الأولى بلا تقصير فلا شيء عليه لأنها خرجت عن ملكه بالنذر وصارت وديعة عنده أو تلفت بتقصير لزمه الأكثر من مثلها يوم النحر وقيمتها يوم التلف ليشترى بها كريمة أو مثلين للتالفة فأكثر, فان اتلفها اجنبي لزمه دفع قيمتها للناذر ليشتري بها مثله فان لم يجد ه فدونها, وان تلفت الثانية ولو بلا تقصير بقي الأصل في ذمته لأن ما التزمه ثبت في ذمته فهو في ضمانه الى حصول الوفاء فيبطل التعيين بتلف المعينة ويعود الى ما في الذمة
منهاج الطالبين – (ج 1 / ص 142)
ومن نذر معينة فقال لله على ان أضحي بهذه لزمه ذبحها في هذا الوقت فإن تلفت قبله فلا شيء عليه فإن أتلفها لزمه أن يشتري بقيمتها مثلها ويذبحها فيه وإن نذر في ذمته ثم عين لزمه ذبحه فيه فإن تلفت قبله بقي الأصل عليه في الأصح
حاشية الجمل – (ج 22 / ص 174)
( أو ) تلفت فيها ( به ) أي بتقصير هو أعم من قوله أتلفها ( لزمه الأكثر من مثلها ) يوم النحر ( وقيمتها ) يوم التلف ( ليشتري بها كريمة أو مثلين ) للمتلفة ( فأكثر ) فإن فضل شيء شارك به في أخرى وهذا ما في الروضة كأصلها فقول الأصل لزمه أن يشتري بقيمتها مثلها محمول على ما إذا ساوت قيمتها ثمن مثلها
حاشية الجمل – (ج 22 / ص 179)
( قوله لزمه الأكثر من مثلها إلخ ) أي من قيمة مثلها ا هـ ح ل. وعبارة الروض وشرحه لزمه الأكثر من قيمتها يوم الإتلاف ومن قيمة يوم النحر انتهت وهذا ظاهر ومناسب لقوله يوم النحر وإن كانت عبارة م ر وحج تقضي أنه يلزمه تحصيل نفس المثل لكن هذا لا يلتئم مع قوله يوم النحر إذ المثل لا تختلف مماثلته في يوم النحر وغيره ولفظ الثاني لزمه أكثر الأمرين من قيمتها يوم تلفها وتحصيل مثلها يوم النحر ففيما إذا تساويا أو زادت القيمة يلزمه أن يشتري بقيمتها يوم نحو الإتلاف مثلها جنسا ونوعا وسنا
تحفة المحتاج في شرح المنهاج – (ج 41 / ص 115)
( أن يشتري بقيمتها ) يوم نحو الإتلاف ( مثلها ) جنسا ونوعا وسنا ( و ) أن ( يذبحها فيه ) الى أن قال … ولو كانت قيمتها يوم الإتلاف أكثر فرخص الغنم وفضل عن مثلها شيء اشترى كريمة أو شاتين فأكثر
تحفة المحتاج مع الشرواني | جـ 9 صـ 414 دار الفكر
(فإن تلفت ) أو ضلت أو سرقت أو تعيبت بعيب يمنع الإجزاء ( قبله ) أي وقت الأضحية بغير تفريط أو فيه قبل تمكنه من ذبحها وبغير تفريط أيضا فلا شيء عليه ) فلا يلزمه بدلها لزوال ملكه عنها بالالتزام فهي كوديعة عنده
( قول المتن فإن تلفت ) أي الأضحية المنذورة المعينة ا هـ مغني ( قوله : أو فيه ) أي وقت الأضحية ( قول المتن فلا شيء عليه ) بقي ما لو أشرفت على التلف قبل الوقت وتمكن من ذبحها فهل يجب ويصرف لحمها مصرف الأضحية أو لا فيه نظر وقد يؤخذ مما يأتي من أنه لو تعدى بذبح المعينة قبل وقتها وجب التصدق بلحمها أنه يجب عليه ذبحها فيما ذكر ، والتصدق بلحمها ولا يضمن بدلها لعدم تقصيره وعليه فلو تمكن من ذبحها ولم يذبحها فينبغي ضمانه لها ا هـ .ع ش وقد يدعي دخوله في قول الشارح الآتي أو قصر حتى تلفت
حاشيتا قليوبي وعميرة – (ج 16 / ص 114)
( ومن نذر ) أضحية ( معينة فقال : لله علي أن أضحي بهذه ) الشاة مثلا ( لزمه ذبحها في هذا الوقت فإن تلفت قبله ) أي الوقت ( فلا شيء عليه وإن أتلفها لزمه أن يشتري بقيمتها مثلها ) بأن ساوت ثمن مثلها ( ويذبحها فيه ) أي في الوقت المذكور فإن كانت قيمتها يوم الإتلاف أكثر من ثمن مثلها اشترى بها كريمة أو أقل منه حصل مثلها ، كما في الروضة كأصلها وليس فيهما مسألة المساواة
QURBAN NADZAR MU’AYYAN CACAT
حاشية البجيرمي على المنهج – (ج 4 / ص 27)
( قوله : وشرطها فقد عيب ) أي : حيث لم يلتزمها ناقصة ، وتعتبر سلامتها ، وقت الذبح ؛ حيث لم يتقدمها إيجاب ، وإلا فوقت خروجها عن ملكه ، أما لو التزمها ناقصة كأن نذر الأضحية بمعيبة ، أو صغيرة ، أو قال : جعلتها أضحية فإنه يلزمه ذبحها ، ولا تجزئ أضحية ، وإن ختص ذبحها بوقت الأضحية ، وجرت مجراها في الصرف ، وبما تقرر علم أنه لو نذر الأضحية بهذا ، وهو سليم ، ثم حدث به عيب صحت به ، وتثبت له أحكام الأضحية شرح م ر ، وقوله : وتثبت له أحكام الأضحية قضيته إجزاؤها في الأضحية ، وعليه فيفرق بين نذرها سليمة ، ثم تتعيب ، وبين نذر التضحية بالناقصة بأنه لما التزمها سليمة خرجت عن ملكه بمجرد النذر فحكم بأنها ضحية ، وهي سليمة بخلاف المعيبة فإن النذر لم يتعلق بها إلا ناقصة فلم تثبت لها صفة الكمال بحال
حاشية الجمل على المنهج لشيخ الإسلام زكريا الأنصاري – ث – (ج 5/ ص 387)
قوله وشرطها فقد عيب أي حيث لم يلتزمها ناقصة وتعتبر سلامتها وقت الذبح حيث لم يتقدمها إيجاب وإلا فوقت خروجها عن ملكه أما لو التزمها ناقصة كأن نذر الأضحية بمعيبة أو صغيرة أو قال جعلتها أضحية فإنه يلزمه ذبحها ولا تجزئ أضحية وإن اختص ذبحها بوقت الأضحية وجرت مجراها في الصرف وعلم مما تقرر أنه لو نذر الأضحية بهذا وهو سليم ثم حدث به عيب ضحى به وثبتت له أحكام الأضحية ا ه شرح م ر
KETIKA NADZAR DAHULU KEMUDIAN BARU TA’YIN
مغني المحتاج – (ج 4 / ص 129)
( وإن نذر في ذمته ) ما يضحي به كأن قال : لله علي أضحية ( ثم عين ) المنذور كعينت هذا البعير لنذري ( لزمه ذبحه ) أي ما عينه ( فيه ) أي الوقت المذكور ؛ لأنه التزم أضحية في الذمة ، وهي مؤقتة ، وقيل لا تتأقت لثبوتها في الذمة كدم الجبرانات ( فإن تلفت ) أي المعينة عن النذر ( قبله ) أي الوقت أو فيه ( بقي الأصل عليه في الأصح ) ؛ لأن ما التزمه ثبت في الذمة ، والمعين وإن زال ملكه عنه فهو مضمون عليه ، والثاني لا يجب الإبدال ؛ لأنها تعينت بالتعيين
حاشيتا قليوبي وعميرة – (ج 4 / ص 118)
( وإن نذر في ذمته ) ما يضحي به ، ( ثم عين ) المنذور له ( لزمه ذبحه فيه ) أي في الوقت المذكور ( فإن تلفت ) أي المعينة عن النذر ( قبله ) أي الوقت ( بقي الأصل عليه في الأصح ) الذي قطع به الجمهور ، والثاني لا يبقى لأنه عينه فتعين ، والأول قال : هو مضمون عليه
الشرح : ( فإن تلفت قبله ) ولو بلا تقصير أو بإتلاف أجنبي أو تعيبت بما يمنع الإجزاء بقي الأصل عليه ، ويلزم المتلف قيمتها للناذر ( قبله ) كذلك الحكم لو تلفت في الوقت أو بعده نعم ينتفي الخلاف إذا قصر بعد دخول الوقت حتى مضى ، قوله : ( لأنه عينه ) أي وخرج عن ملكه بالتعيين فكان المعين في الدوام كالمعين في الابتداء
KETIKA TERDAPAT CACAT SEBELUM ATAU SESUDAH TAMAKKUN
مغني المحتاج – (ج 4 / ص 130)
النوع الثاني حكم التعييب ، فإذا حدث في المنذورة المعينة ابتداء عيب يمنع ابتداء التضحية ولم يكن بتقصير من الناذر ، فإن كان قبل التمكن من ذبحها أجزأه ذبحها في وقتها ولا يلزمه شيء بسبب التعييب ، فإن ذبحها قبل الوقت تصدق باللحم ولا يأكل منه شيئا ؛ لأنه فوت ما التزمه بتقصيره وتصدق بقيمتها دراهم أيضا ، ولا يلزمه أن يشتري بها أضحية أخرى ، إذ مثل المعيبة لا يجزئ أضحية ، وإن كان العيب بعد التمكن من ذبحها لم تجزه لتقصيره بتأخير ذبحها ، ويجب عليه أن يذبحها ويتصدق بلحمها ؛ لأنه التزم ذلك إلى هذه الجهة ، وأن يذبح بدلها سليمة
SIGHOT QURBAN NADZAR
حواشي الشرواني – (ج 9 / ص 356)
وقال السيد عمر ما نصه ينبغي أن محله أي التعيين بقوله هذه أضحية ما لم يقصد الإخبار بأن هذه الشاة التي أريد التضحية بها فإن قصده فلا تعيين وقد وقع الجواب كذلك في نازلة رفعت لهذا الحقير وهي أن شخصا اشترى شاة للتضحية فلقيه شخص فقال ما هذه فقال أضحيتي اه
حاشيتا قليوبي وعميرة – (ج 4 / ص 97)
كتاب الأضحية قوله : ( لا تجب إلا بالتزام ) يريد به أن نية الشراء للأضحية لا توجبها وهو كذلك على الأصح ، قوله : ( بالنذر ) أي وما ألحق به كجعلتها أضحية أو هذه أضحية
الفقه المنهجي – (ج 1 / ص 152)
حكم الأضحية : هي سنة مؤكدة، ولكنها قد تجب لسببين اثنين الأول: أن يشير إلى ما هو داخل في ملكه من الدواب الصالحة للأضحية، فيقول: هذه أضحيتي، أو سأضحي بهذه الشاة، مثلاً، فيجب حينئذ أن يضحي بها الثاني: أن يلتزم التقرب إلى الله بأضحيته، كأن يقول: لله تعالى علي أن أضحي، فيصبح ذلك واجباً عليه، كما لو التزم بأي عبادة من العبادات، إذ تصبح بذلك نذراً
المجموع شرح المهذب – (ج 8 / ص 423)
ومتى كان في ملكه بدنة أو شاة فقال جعلت هذه ضحية أو هذه ضحية أو علي أن أضحي بها صارت ضحية معينة وكذا لو قال جعلت هذه هديا أو هذا هدى أو علي أن أهدى هذا صار هديا وشرط بعض الاصحاب أن يقول مع ذلك لله تعالى والمذهب أنه ليس بشرط وقد صرح الاصحاب بزوال الملك عن الهدي والاضحية المعينين كما سيأتي تفريعه ان شاء الله تعالى وكذا لو نذر أن يتصدق بمال بعينه زال ملكه عنه بخلاف ما لو نذر اعتاق عبد بعينه لا يزول ملكه عنه ما لم يعتقه لان الملك في الهدي والاضحية والمال المعين ينتقل إلى المساكين وفي العبد لا ينتقل الملك إليه بل ينفك عن الملك بالكلية (أما) إذا نوى جعل هذه الشاة هديا أو أضحية ولم يتلفظ بشئ فقولان (الصحيح) الجديد أنها لا تصير ضحية (وقال) في القديم تصير واختاره ابن سريج والاصطخري
الياقوت النفيس ج2 ص300
وقال السيد عمر البصري ينبغى أن يكون محله مالم يقصد الإخبار, فإن قصده أي هذه الشاة التي أريد التضحية بها فلا تعيين. وقد وقع الجواب كذلك في نازلة وقعت في لهذا الحقير وهي أن شخصا اشترى شاة للتضحية فلقيه شخص أخر فقال ماهذه ؟ فقال أضحتي
MENTA’YIN HEWAN YANG MAIH KECIL
أسنى المطالب شرح روض الطالب – (ج 7 / ص 12)
( ولو قال : جعلت هذه ضحية ، وهي عوراء ) أو نحوها ( أو فصيل ) ، وهو ولد الناقة إذا فصل عنها ( أو سخلة لا ظبية ونحوه لزمه ذبحها يوم النحر ) أي وقت الأضحية لوجود الجنس فيها بخلاف الظبية ونحوها ( وكذا لو التزم ) بالنذر ( عوراء ) أو نحوها ، ولو ( في الذمة ) يلزمه ذبحها وقت الأضحية ( ويثاب عليها ، ولا تجزئ عن المشروع ) من الأضحية كما لو التزم ذبحها ابتداء تنزيلا لها منزلة إعتاق عبد أعمى عن كفارته فإنه يعتق ، وإن لم يقع عنها
KHILAF MASALAH MENTA’YIN HEWAN UDHIYAH
بغية المسترشدين – (ص 548)
(مسألة : ب) : ظاهر كلامهم أن من قال : هذه أضحية أو هي أضحية أو هدي تعينت وزال ملكه عنها ، ولا يتصرف إلا بذبحها في الوقت وتفرقتها ، ولا عبرة بنيته خلاف ذلك لأنه صريح ، قال الأذرعي : كلامهم ظاهر في أنه إنشاء وهو بالإقرار أشبه ، واستحسنه في القلائد قال : ومنه يؤخذ أنه إن أراد أني أريد التضحية بها تطوعاً كما هو عرف الناس المطرد فيما يأخذونه لذلك حمل على ما أراد ، وقد أفتى البلقيني والمراغي بأنها لا تصير منذورة بقوله : هذه أضحيتي بإضافتها إليه ، ومثله : هذه عقيقة فلان ، واستشكل ذلك في التحفة ثم ردّه ، والقلب إلى ما قاله الأذرعي أميل
المجموع شرح المهذب – (ج 8 / ص 377)
(الشرح) قال أصحابنا إذا لزم ذمته أضحية بالنذر أو هدي بالنذر أو دم تمتع أو قران أو لبس أو غير ذلك مما يوجب شاة في ذمته فقال لله علي أن أذبح هذه الشاة عما في ذمتي لزمه ذبحها بعينها لما ذكره المصنف ويزول ملكه عنها فلا يجوز له بيعها ولا إبدالها هذا هو المذهب وبه قطع المصنف والجمهور وحكى الخراسانيون وجها أنها لا تتعين ووجها أنه لا يزول ملكه والصحيح المشهور الاول فعلى هذا ان هلكت قبل وصولها الحرم بتفريط أو غير تفريط أو حدث بها عيب يمنع الاجزاء رجع الواجب إلى ذمته ولزمه ذبح شاة صحيحة هذا هو المذهب وبه قطع المصنف والجمهور وفيه وجه حكاه إمام الحرمين وغيره أنها إذا تلفت لا يلزمه إبدالها لانها متعينة فهي كما لو قال جعلت هذه أضحية وحكى الخراسانيون وجها شاذا أنها إذا عابت يجزئه ذبحها كما لو نذر ابتداء شاة فحدث بها عيب والصحيح الاول
b. Apa hukumnya ketika sapi yang sudah dinadzari tersebut sakit dan berinisiatip menjual terlebih dahulu karena untuk menghindari kematian ?
Jawaban : Hukum menjualnya tidak diperbolehkan, karena dengan menentukan hewannya (ta’yin) kepemilikannya lepas, dan kewajibannya adalah menyembelih diwaktu itu juga lalu disodaqohkan
حاشية الجمل على المنهج لشيخ الإسلام زكريا الأنصاري – ث – (ج 10 / ص 399)
قوله ثم عين المنذور أي بنحو عينت هذه الشاة لنذري ويلزمه تعيين سليمة ويزول ملكه عنها بمجرد التعيين لأنه التزم أضحية في ذمته وهي مؤقتة ومختلفة باختلاف أشخاصها فكان في التعيين غرض أي غرض وبهذا فارقت ما لو قال عينت هذه الدراهم عما في ذمتي من زكاة ونذر حيث لم تتعين لانتفاء الغرض في تعيينها ا ه شرح م ر
تحفة المحتاج مع الشرواني | جـ 9 صـ 414 دار الفكر
( قول المتن فإن تلفت ) أي الأضحية المنذورة المعينة ا هـ مغني ( قوله : أو فيه ) أي وقت الأضحية ( قول المتن فلا شيء عليه ) بقي ما لو أشرفت على التلف قبل الوقت وتمكن من ذبحها فهل يجب ويصرف لحمها مصرف الأضحية أو لا فيه نظر وقد يؤخذ مما يأتي من أنه لو تعدى بذبح المعينة قبل وقتها وجب التصدق بلحمها أنه يجب عليه ذبحها فيما ذكر ، والتصدق بلحمها ولا يضمن بدلها لعدم تقصيره وعليه فلو تمكن من ذبحها ولم يذبحها فينبغي ضمانه لها ا هـ .ع ش
روضة الطالبين – (ج 3 / ص 216)
النوع الثاني من أحكام الأضحية في عيبها وفيه مسائل إحداها لو قال جعلت هذه الشاة ضحية أو نذر التضحية بشاة معينة فحدث بها قبل وقت التضحية عيب يمنع ابتداء التضحية لم يلزمه شىء بسببه كتلفها ولا تنفك هي عن حكم الأضحية بل تجزئه عن التضحية ويذبحها في وقتها وفي وجه لا تجزئه بل عليه التضحية بسليمة وهو شاذ ضعيف
HIKAYAHNYA IMAM ROFI’I
روضة الطالبين – (ج 3 / ص 210)
فصل وأما أحكام الأضحية فثلاثة أنواع الأول فيما يتعلق بتلفها وإتلافها وفيه مسائل إحداها الأضحية المعينة والهدي المعين يزول ملك المتقرب عنهما بالنذر فلا ينفذ تصرفه فيهما ببيع ولا هبة ولا إبدال بمثلهما ولا بخير منهما وحكي وجه أنه لا يزول ملكه حتى يذبح ويتصدق باللحم كما لو قال لله علي أن أعتق هذا العبد لا يزول ملكه عنه إلا بإعتاق والصحيح الأول
المجموع شرح المهذب – (ج 8 / ص 364)
(أما) الاحكام ففيها مسائل (إحداها) إذا كان الهدى تطوعا فهو باق على ملكه وتصرفه فله ذبحه وأكله وبيعه وسائر التصرفات لان ملكه ثابت ولم ينذره وانما وجد منه مجرد نية ذبحه وهذا لا يزيل الملك كما لو نوى أن يتصدق بماله أو يعتق عبده أو يطلق امرأته أو يقف داره وقد سبق قريبا حكاية قول شاذ أنه إذا قلد الهدي صار كالمنذور والصواب الاول (أما) إذا نذر هدى هذا الحيوان فانه يزول ملكه بنفس النذر وصار الحيوان للمساكين فلا يجوز للناذر التصرف فيه ببيع ولا هبة ولا وصية ولا رهن ولا غيرها من التصرفات التي تزيل الملك أو تؤل إلى زواله كالوصية والهبة والرهن ولا يجوز أيضا ابداله بمثله ولا بخير منه هذا هو المشهور وهو الذي تظاهرت عليه نصوص الشافعي وقطع به الاصحاب في جميع الطرق وحكى الرافعي وجها أنه لا يزول ملكه حتى يذبحه ويتصدق باللحم كما لو قال لله على إعتاق هذا العبد فانه لا يزول ملكه عنه الا باعتاقه وهذا الوجه غلط والصواب ما سبق
KEPEMILIKAN HEWAN QURBAN NADZAR BERPINDAH KEPADA MASAKIN
المجموع شرح المهذب – (ج 8 / ص 423)
ومتى كان في ملكه بدنة أو شاة فقال جعلت هذه ضحية أو هذه ضحية أو علي أن أضحي بها صارت ضحية معينة وكذا لو قال جعلت هذه هديا أو هذا هدى أو علي أن أهدى هذا صار هديا وشرط بعض الاصحاب أن يقول مع ذلك لله تعالى والمذهب أنه ليس بشرط وقد صرح الاصحاب بزوال الملك عن الهدي والاضحية المعينين كما سيأتي تفريعه ان شاء الله تعالى وكذا لو نذر أن يتصدق بمال بعينه زال ملكه عنه بخلاف ما لو نذر اعتاق عبد بعينه لا يزول ملكه عنه ما لم يعتقه لان الملك في الهدي والاضحية والمال المعين ينتقل إلى المساكين وفي العبد لا ينتقل الملك إليه بل ينفك عن الملك بالكلية (أما) إذا نوى جعل هذه الشاة هديا أو أضحية ولم يتلفظ بشئ فقولان (الصحيح) الجديد أنها لا تصير ضحية (وقال) في القديم تصير واختاره ابن سريج والاصطخري
KEPEMILIKAN BELUM HILANG TETAP TIDAK BOLEH DIJUAL
أسنى المطالب شرح روض الطالب – (ج 7 / ص 3)
( فالمنذورة المعينة من الأضحية والهدي أمانة في يده ) أي الناذر فلا يضمنها ( ما لم يتمكن من ذبحها ) بأن تلفت أو ضلت قبل دخول وقتها أو بعده ، ولم يتمكن من ذبحها وقد زال ملكه عنها بالنذر فلا ينفذ تصرفه فيها ببيع ، ولا هبة ، ولا إبدال بمثلها ، ولا بخير منها ، ولو نذر إعتاق عبد بعينه لم يجز بيعه ، وهبته وإبداله ، وإن لم يزل الملك عنه كما مر
BOLEH MENJUAL KARENA LEBIH BERMANFA’AT KEPADA FAKIR
كشف القناع ج3ص11
وعبارته: (واذاتعينا) اي الهدي والاضحية لم يزل ملكه عنهما كالعبد المنذورة عتقه والمال المنذور الصدقة به وجاز له نقل الملك فيهما اي في الهدي والاضحية المعينين بابدال وغيره وشراء خير منهما بان يبيعها بخير منهما او بنقد او غيره ثم يشتري به خيرا منهما نقله الجماعة عن احمد لحصول المقصود مع نفع الفقراء بالزيادة.اهـ
الموسوعة الفقهية الكويتية – (ج 5 / ص 97)
وقال الشافعية : لا يجوز بيع الأضحية الواجبة ولا إبدالها ولو بخير منها ، وإلى هذا ذهب أبو ثور واختاره أبو الخطاب من الحنابلة ولكن المنصوص عن أحمد – وهو الراجح عند الحنابلة – أنه يجوز أن يبدل الأضحية التي أوجبها بخير منها لأن هذا أنفع للفقراء، وبه قال عطاء ومجاهد وعكرم
الموسوعة الفقهية الكويتية – (ج 42 / ص 238)
إبدال الهدي الواجب : 18 – اختلف الفقهاء في حكم إبدال الهدي الواجب إلى ثلاثة آراء
الرأي الأول : ذهب الجمهور ( المالكية والشافعية وأبو الخطاب من الحنابلة ) إلى أنه لا يجوز إبداله مطلقا ولو كان بمثله أو بخير منه ، لأن ملكه قد زال عنه بالنذر والتعيين وعليه ذبحه بعينه
الرأي الثاني : ذهب الحنابلة إلى أنه يجوز إبداله بخير منه وبيعه ليشتري بثمنه خيرا منه ، ولا يجوز إبداله بمثله أو بدونه لعدم الفائدة في ذلك . وقال ابن قدامة : نص على هذا أحمد ، وهو اختيار أكثر الأصحاب ، وقالوا : لأن النذور محمولة على أصولها في الفرض وهو الزكاة يجوز فيها الإبدال ، كذلك هذا ؛ ولأنه لو زال ملكه لما عاد إليه بالهلاك كسائر الأملاك إذا زالت
الرأي الثالث : للحنفية روايتان في جواز إبدال الهدي المعين : رواية أبي سليمان ورواية أبي حفص ، ففي رواية أبي سليمان يجوز إبدال الهدي بقيمته أو بخير منه أو بمثله من باب أولى وفي رواية أبي حفص لا يجوز إبداله بقيمته ، ويجوز إبداله بمثله أو بخير منه بالأولى
أحكام الأضحية والذكاة – (ج 1 / ص 11)
وإذا تعينت الأضحية تعلق بها أحكام
الأول: أنه لا يجوز التصرف بها بما يمنع التضحية بها من بيع وهبة ورهن وغيرها إلا أن يبدلها بخير منها لمصلحة الأضحية، لا لغرض في نفسه، فلو عين شاة أضحية ثم تعلقت بها نفسه لغرض من الأغراض فندم وأبدلها بخير منها ليستبقيها لم يجز له ذلك؛ لأنه رجوع فيما أخرجه لله تعالى لحظ نفسه لا لمصلحة الأضحية
KETIKA WADI’AH KHAWATIR MATI
حاشية البجيرمي على المنهج – (ج 11 / ص 259)
( وعليه لعذر كإرادة سفر ) ومرض مخوف وحريق في البقعة وإشراف الحرز على الخراب ولم يجد غيره ( ردها لمالكها ، أو وكيله ف ) إن فقدهما ردها ( لقاض ) وعليه أخذها ( ف ) إن فقده ردها ( لأمين ) ولا يكلف تأخير السفر
حاشية إعانة الطالبين – (ج 3 / ص 286)
(قوله: لا إن كان لعذر) أي لا يضمن بإيداعه للغير إن كان لعذر، ومحله إذا تعذر ردها لمالكها أو وكيله ويجب عند فقدهما وضعها عند قاض ثم أمين والمراد به مستور العدالة ولا يكلف تأخير السفر لما في ذلك من المشقة (قوله: كمرض) أي للمودع، وهو تمثيل للعذر وقوله وسفر، أي مباح فلا يجوز إيداعه للغير إذا سافر إلا إذا كان السفر مباحا لان إيداعها للغير رخصة فلا يبيحها سفر المعصية (قوله: وخوف الخ) أي للوديعة لوجود حريق في البقعة التى هي فيها (قوله: وإشراف حرز على خراب) أي ولم يجد حرزا ينقلها إليه

Sumber : Tim Bahtsul Masail

Penulis : Imam Mubarok

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *