Makna Riyoyo Kupat

NUkabkediri.or.id – Di sebagian masyarakat Indonesia, dikenal Riyoyo Kupat (bhs. Jawa; Hari Raya Ketupat). Ketupat adalah salah satu makanan tradisional yang menyertai Hari Raya Idul Fitri atau momen lainnya.
Menurut sebagian ahli, ketupat adalah hidangan khas Asia Tenggara berbahan dasar beras yang dibungkus dengan pembungkus terbuat dari anyaman daun kelapa muda (janur), atau terkadang dari daun palma yang lain.

Ketupat biasanya disajikan dengan aneka lauk sesuai dengan selera atau menu khas daerah masing-masing.

Hari Raya Ketupat tentunya bukan Hari Raya baru yang ditambahkan dalam agama, tapi salah satu cara dalam izhharus surur (mengekspresikan kebahagiaan) dengan perkara mubah berupa makanan pada saat Hari Raya Idul Fitri.

Mengekspresikan kebahagiaan pada saat Hari Raya Idul Fitri merupakan perwujudan syukur atas keutamaan dan karunia Allah yang diberikan kepada kita. Berbahagia karena keutamaan dan karunia Allah adalah perintah Allah ‘azza wa jalla.
Allah berfirman :

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

“Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus [10]: 58)

Dalam sebuah hadits dijelaskan :

عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ تُغَنِّيَانِ بِغِنَاءِ بُعَاثَ فَاضْطَجَعَ عَلَى الْفِرَاشِ وَحَوَّلَ وَجْهَهُ وَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ فَانْتَهَرَنِي وَقَالَ مِزْمَارَةُ الشَّيْطَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلَام فَقَالَ دَعْهُمَا فَلَمَّا غَفَلَ غَمَزْتُهُمَا فَخَرَجَتَا

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam datang kepadaku, dan di sisiku ada dua anak perempyan yang menyanyi dengan nyanyian Perang Bu’ats. Beliau berbaring di atas hamparan dan memalingkan wajah beliau. Abu Bakar masuk, sedang Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam menutup wajah dengan pakaian beliau, lalu Abu Bakar menghardik saya dan mengatakan, “Seruling setan di rumah Rasulullah?” Lalu Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam menghadap Abu Bakar lantas bersabda, “Biarkanlah mereka wahai Abu Bakar”. Maka, ketika beliau lupa, saya mengisyaratkan kepada kedua anak perempuan itu, lalu keduanya keluar.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

يَا أَبَا بَكْرٍ إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيْدًا وَهَذَا عِيْدُنَا

“Hai Abu Bakar, setiap kaum itu mempunyai Hari Raya, dan ini adalah Hari Raya kita.” (HR. Muslim : 2098).

Terkait hadits ini Al Hafidz Ibnu Hajar Al ‘Asqalani mengatakan :
وفي هذا الحديث من الفوائد : مَشْرُوْعِيَّةُ التَّوْسِعَةِ عَلَى الْعِيَالِ فِيْ أَيَّامِ اْلأَعْيَادِ بِأَنْوَاعِ مَا يَحْصُلُ لَهُمْ بِهِ بَسْطُ النَّفْسِ وَتَرْوِيْحُ الْبَدَنِ مِنْ كُلَفِ الْعِبَادَةِ، و فِيْهِ أَنَّ إِظْهَارَ السُّرُوْرِ فِيْ الأَعْيَادِ مِنْ شَعَائِرِ الدِّيْنِ. (فتح الباري 2/514).

“Dalam hadits ini ada beberapa kandungan ; disyariatkannya memberikan keluasan kepada keluarga pada waktu Hari Raya dengan aneka ragam hal yang mendatangkan kesenangan jiwa dan penyegaran badan dari beratnya ibadah. Hadits ini juga mengandung kesimpulan bahwa mengekspresikan kebahagiaan pada saat hari raya termasuk bagian dari syiar agama.” (Fathul Bari, 2/514)

Sebagian masyarakat, ada yang membuat ketupat bertepatan dengan Idul Fitri 1 Syawal.
Sedangkan sebagian masyarakat yang lain, membuat ketupat pada tanggal 8 Syawal. Menurut penuturan sebagian Kiai, alasan dilaksanakannya pada tanggal 8 Syawal karena setelah Idul Fitri 1 Syawal, karena mereka menjalani puasa sunnah Syawal 6 hari yaitu mulai tanggal 2 – 7 Syawal sehingga tanggal 8 Syawal ditandai dengan membuat Ketupat sebagai rasa syukur kepada Allah atas karunia yang telah diberikan kepadanya sehingga mampu melaksanakan puasa sunnah Syawal selama 6 hari, yang setelah 1 bulan penuh berpuasa fardhu di bulan Ramadhan.

Tentang keutamaan puasa sunnah 6 hari pada bulan Syawal dijelaskan dalam hadits berikut :

عن أبي أيوب الأنصاري – رضي الله عنه – عن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: (( من صام رمضان، ثم أتبعه ستًا من شوال، كان كصيام الدهر)) (رواه مسلم : 1164)

Dari Abu Ayyub Al Anshari Radhiyallahu ‘anhu beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim :1164)

عن ثوبان – رضي الله عنه – عن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: ((صيام رمضان بعشرة أشهر، وصيام الستة أيام بشهرين، فذلك صيام السنة))، يعني رمضان وستة أيام بعده ( رواه أحمد (22412).

Dan Tsauban Radhiyallahu ‘anhu: “Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Puasa Ramadhan itu dibalas dengan sepuluh bulan, dan puasa enam hari itu dibalas dengan dua bulan, maka yang demikian itu adalah puasa satu tahun.” Yaitu: Ramadhan dan enam hari setelahnya.“ (HR. Ahmad : 22412).

Terkait hadits ini, Al Imam An Nawawi menjelaskan :

قال أصحابنا والأفضل أن تصام الستة متوالية عقب يوم الفطر فان فرقها أو أخرها عن أوائل شوال إلى اواخره حصلت فضيلة المتابعة لأنه يصدق أنه أتبعه ستا من شوال.

Para Ulama Madzhab Syafi’i menjelaskan bahwa yang lebih utama menjalani puasa sunnah Syawal 6 hari secara berurutan terus-menerus (mulai tanggal 2 yawal) namun andaikan dilakukan dengan dipisah-pisah atau dilakukan di akhir bulan Syawal pun juga tetap masih mendapatkan keutamaan sebagaimana hadits di atas. (Syarhun Nawawi ‘ala Muslim 8/56 )

Adapun memberi makanan baik berupa ketupat atau makanan yang lain,
kita semua meyakini bahwa tidak hanya terbatas pada Hari Raya saja.
Sebagai ekspresi ajaran Islam yang indah dan damai, memberi makanan kepada orang lain dianjurkan kapan dan di mana pun kita berada. Akan tetapi, pada saat Hari Raya, suguhan makanan lebih bermakna dari pada di luar hari raya.

Tentang keutamaan memberi makanan kepada orang lain dijelaskan dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :

عَنْ عَمْرِو بْنِ عَبَسَةَ قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ مَا اْلإِسْلاَمُ، قَالَ: طِيبُ الْكَلاَمِ وَإِطْعَامُ الطَّعَامِ. (رواه أحمد).

Dari Amr bin Abasah berkata: “Aku mendatangi Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam dan bertanya: “Wahai Rasulullah, Apakah Islam itu?” Beliau menjawab: “Islam adalah perkataan yang indah dan menyuguhkan makanan kepada orang lain.” (HR. Ahmad). (***)

 

Penulis : Gus Dafid Fuadi (Ketua Aswaja NU Center PCNU Kab. Kediri/Tim Aswaja NU Center PWNU Jatim Bidang Pemikiran Islam)

Foto : Istimewa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *