Nukabkediri.or.id – Langit mendung sejak datangnya waktu senja, seakan-akan terus menahan diri untuk tidak menjatuhkan airnya jatuh di bumi Kediri sampai saatnya dipastikan jamaah ngaji rutin Rabo Wage Pengurus Cabang LESBUMI Kabupaten Kediri telah datang semua.
PC Lesbumi Kabupaten Kediri menggelar ngaji rutin kitab Lathoiful Thoharoh karya KH Soleh Darat as-Samarani yang dibacakan Kyai Nadiren. Kegiatan dilaksanakan bersamaan dengan memperingati Harlah Lesbumi ke-59 di Masjid Joglo Rahmatan wa Salaman di Desa Titik Kecamatan Semen, Rabu (07/04) .
Merahnya mega mendung yang biasanya menghiasi waktu magrib, namun saat itu enggan menampakan diri dan bersembunyi di balik tebalnya mendung hitam.
Usai berlalunya sholat magrib, sebagian jamaah telah tiba di lokasi ngaji rutin Rabo Wage PC Lesbumi Kabupaten Kediri.
Sembari menunggu adzan isya’, mereka sebagian mempersiapkan keperluan pelaksanaan ngaji rutin yang terbilang istimewa beda dari biasanya karena bersamaan digelarnya peringatan Harlah Lesbumi ke-59.
Gus Hanafi, shohibul bait Masjid Rahmatan wa Salaman usai sibuk mempersiapkan keperluan acara tampak duduk di depan serambi masjid menunggu jamaah datang sambil melihat indahnya Kota Kediri.
Sebagian jamaah yang hadir terlihat menunggu isyak dengan nderes Alqur’an sementara jamaah lainnya ada yang duduk i’tikaf dzikir dalam masjid.
Mendung yang terus menggantung di langit, malam itu tetap setia menunggu kedatangan jamaah ngaji Lesbumi penuh kesabaran, menjamin kenyamanan jamaah dengan tidak menjatuhkan airnya , memberi waktu jamaah melewati perjalanan tanpa tersentuh hujan.
Adzan isyak pun dikumandangkan dan seluruh jamaah yang hadir lebih dulu melaksanakan sholat isyak berjamaah yang diimami Kyai Nadiren atau yang lebih akrab dipanggil Mbah Ren.
Berbalut Keindahan, nyanyian puji-pujian hewan-hewan malam seperti jangkrik dan kodok di persawahan luar masjid terdengar ramai seakan tidak sabar mengajak grup sholawat yang meramaikan ngaji rutin bertepatan peringatan Harlah Lesbumi segera bergegas mendendangkan kemerduan sholawat.
Setelah selesai sholat isyak, grup sholawat yang terdiri dua kelompok yakni putra dan putri melakukan persiapan menata peralatannya dan cek sound system di dalam masjid.
Sementara itu ada juga jamaah di serambi masjid yang terlihat menggelar dagangan baju “Batik 1 Abad NU Mengabdi” yang juga menambah keramaian masjid Rahmatan wa Salaman.
Tak berapa lama kemudian persiapan acara telah rampung, lalu secara bergantian grub rebana putra dan putri mempersembahkan sholawat yang syahdu memadukan harmoni pukulan terbang dan petikan keybord yang dimainkan jari-jari Gus Badrus.
Sementara sang vokalis dengan suara indahnya membawa suasana timur tengah mengajak jamaah menikmati peringatan harlah Lesbumi dengan lebih khusyuk.
Jarum jam gandul model kuno berukuran besar yang terletakan di samping kanan ruang imaman menunjukan pukul 21.00 WIB.
Ketua PC Lesbumi kabupaten kediri KH. Abu Muslih membuka acara Ngaji Rutin Lathoiful Thoharoh dan Harlah Lesbumi ke 59.
Sosok berwibawa yang lebih akrab di panggil Pak Abu tersebut mengajak jamaah membaca Surah Al-Fatihah untuk para leluhur NU khususnya untuk para pendiri Lesbumi dan seniman-seniman Lesbumi yang telah terlebih dahulu menghadap Allah SWT.
“Alhamdulillah kita semua bisa hadir istiqomah Ngaji rutin Rabo Wage, yang hari ini sekaligus memperingati Harlah Lesbumi yang ke 59 tahun. Nanti setelah ngaji dan mahalul qiyam akan ada persembahan pembacaan puisi karya kyai Zawawi Imron madura oleh Sahabat Hartono. Setelah itu sholawatan lagi dan terakir kita nyanyikan puji-pujian kuno”, ucap Pak Abu sebelum mempersilahkan mbah Hamdan memimpin tahlil.
Mendung yang sedari senja bersabar menahan airnya menurunkan hujannya seakan telah telah mengetahui bahwa semua jamaah sudah berada dalam masjid Rahmatan wa Salaman. Bersamaan itu, Mbah Ren kemudian memulai Ngaji Kita Lathoiful Thoharoh karya Mbah Sholeh Darat.
“Bersamaan peringatan Harlah Lesbumi, malam ini ngaji terakhir penutupan sebelum bulan Puasa dan akan kita buka lagi nanti setelah lebaran. Semoga kita semua diberi umur panjang bisa puasa ramadhan dan habis hari raya kita mulai ngaji lagi”, ucap Mbah Ren sebelum membaca kitab Lathoiful Thoharoh.
Mbah Ren kemudian memulai ngajinya dengan meminta jamaah membuka kitab Lathoiful Thoharoh halaman 17 dan menyimak mulai baris ke-5 yang menjelaskan menghadirkan Allah saat menjalankan Sholat dan kalau kita tidak bisa menghadirkan Allah harus dicoba dengan menghilangkan pikiran tentang perkara dunia seperti masalah hutang misalnya.
“Setelah takbir kita baca Inni wajjahtu wajhiyya lillaahi dan seterusnya, ini memberi makna bahwa sholat kita menghadapkan wajah kita dan hati kita kepada Allah, maksudnya kepada dzat yang menciptakan 7 langit dan 7 bumi”, jelas Mbah Ren.
Gemericik hujan yang semakin deras di luar masjid menambah suasana lebih khusyuk yakni ngaji dengan udara dingin yang dibawa hujan.
Lebih jauh mbah Ren menerangkan bahwa kita itu kadang-kadang menjalankan sholat itu karena ada rasa sungkang dengan mertua, sungkan dengan teman yang kebetulan seorang kiai atau lainnya, di lain itu terkadang masih ada rasa ingin di puji oleh orang lain, sebisanya pikiran semacam ini harus dihilangkan.
“Ada orang cantik saat sholat ya biarkan saja jangan nolah noleh tengok kanan kiri, madep manteb menjalankan perintah Allah, pasrah dan jangan pikiran macem-macem, Selanjutnya kita ini kalau misalnya ditawari uang satu juta rupiah dan pahala sejuta, kebanyakan kita masih memilih uang sejuta daripada pahala sejuta, karena pahala itu tidak kelihatan”, terang Mbah Ren menjelaskan bait demi bait dalam kita Lathoiful Thoharoh yang tertulis dalam bahasa jawa.
Dalam kitab tersebut menjelaskan tidak boleh ada maksud sama sekali dalam hati untuk menyekutukan Allah, Syirik itu tidak hanya kepada benda atau makluk saja tetapi juga bisa syirik kepada amal ibadah.
Di sini Mbah Ren mencontohkan misalnya kita mendapat ijazah membaca surat Al-Ikhlas 1000 kali untuk bisa melunasi hutang dan ternyata setelah itu hutang lunas, kalau kita menyakini bahwa hutang lunas karena kita menjalankan amalan membaca surah al-ikhlas seribu kali tersebut dan bukan karena kehendak Allah maka inilah yang dimaksudkan syirik karena amal ibadah. Jadi semua harus bersandar hanya kepada Allah bukan selain Allah.
“Ngaji seperti ini untuk memperbaiki syariat, karena kita sering menjalankan ibadah tetapi tidak tahu dasarnya tidak tahu dalilnya, karena memang sering kita menjalankan amal ibadah itu menirukan orang tua kita menirukan kiai kita, maka ngaji itu upaya menggugurkan kewajiban harus tahu dalil dasar kita menjalankan ibadah, kalau dimintai pertanggungjawaban kita bisa menjawab karena kita masih terus mengaji atau belajar,” terang Mbah Ren memungkasinya ngajinya.
Usai Ngaji langsung dilanjutkan Sholawat ‘indal qiyam yang dipimpin grup rebana pria, setelah itu KH Abu Muslih mempersilahkah Hartono dari perwakilan PC Lesbumi Kabupaten Kediri membawakan puisi karya Kyai Zawawi Imron yang diiringan petikan Keybord oleh Gus Badrus.
Puisi karya Kyai Zawawi Imron ini mengajak lebih jauh kita merenungkan tentang kecintaan kita kepada tanah air sebagai wujud syukur kepada Allah atas nikmat penggalan sorga yang bernama Indonesia dalam puisi berjudul “Indonesia Adalah Sajadah”.
Sementara hujan masih gerimis di luar masjid, membuat jamaah enggan meninggalkan masjid dan terus menikmati sholawat-sholawat yang dibawakan oleh Grup rebana yang dipimpin oleh Gus Badrus.
Di penghujung Acara dalam rangka Harlah Lesbumi ke-59, KH Abu Muslih mengajak semua jamaah melantunkan pujian jawa kuno yang lirik-liriknya mengajak kita mengeja kembali ilmu tauhid melalui lagu. (har)
Penulis : Hartono Basingkem
Editor : Imam Mubarok