Sebagaimana kita ketahui, ketika di angkat menjadi Rasul di kota Makkah yang dikuasai kaum Quraisy, Nabi senantiasa dimusuhi oleh kaum sukunya itu, bahkan juga oleh keluarga dekat beliau sendiri. Maka 13 tahun kemudian, Nabi bersama para pengikutnya hijrah ke Madinah,
bukan hanya hanya karena diusir oleh kaum Quraisy saja, tetapi yang lebih penting lagi, beliau bersama para sahabatnya ingin mempunyai tanah air atau negara, sehingga dakwah Islam akan bisa berkembang dengan baik.
Awalnya, ketika Nabi saw yang telah diangkat menjadi rasul masih tinggal di Makkah, sebagian besar orang-orang muslim yg menjadi pengikut beliau merupakan orang2 yang tertindas dan mengalami ketidakadilan dalam tatanan masyarakat. Pengikut beliau yg minoritas itu belum dapat tampil sebagai komunitas yang mengubah tatanan masyarakat Quraisy Makkah yang timpang tersebut. Bahkan penindasan dan permusuhan yg dilancarkan oleh kaum quraisy terhadap Nabi dan umat Islam semakin hebat.
Puncaknya, adalah adanya perencanaan pembunuhan terhadap diri Nabi. Namun dikalangan masyarakat Madinah, wilayah yang berjarak lebih dari 450 km dari Makkah itu, keberadaan Nabi dan ajaran yang dibawanya, telah mendapat tempat dan simpati. Dua belas tahun setelah diangkat menjadi Nabi misalnya, terjadi peristiwa “Bai’ah Al ‘Aqabah” dimana sebanyak 12 orang penduduk Yatsrib, nama kota Madinah sebelum diganti, menyatakan keislamannya. Kemudian pada tahun berikutnya, sebanyak 73 orang Yatsrib yg sudah memeluk Islam datang kembali ke Makkah mempertegas pengakuan keislaman mereka dan pembelaan mereka kepada Nabi saw. Dlm kesempatan ini yg kemudian dikenal dengan “Bai’ah ‘Aqabah” ke II, mereka mengajak Nabi untuk berhijrah ke Yatsrib.
Ancaman pembunuhan oleh kaum Quraisy dan ajakan kaum muslim Yatsrib agar Nabi hijrah ke wialayah mereka itulah titik awal bagi beliau utk pindah ke Yatsrib utk kemudian mendirikan Negara diwilayah itu yg lalu beliau ganti namanya menjadi “Madinah”.
Dikota ini, secara kesukubangsaan, masyarakatnya beragam, ada suku Aws, Khazraj, Bani Qainuqa’ Bani Nadhir dan lan-lainnya yang sebelumnya terlibat dalam peperangan antar mereka selama bertahun-tahun terutama suku Aws dan Khazraj. Sedangkan secara agama, mereka plural, multi agama. Selain kaum muslimin, ada penganut Yahudi dan juga Nasrani. Dikota ini Nabi disepakati menjadi pemimpin mereka.
Hal yg pertama dilakukan oleh Nabi di Madinah dalam rangka pembentukan sebuah negara adalah membuat “Shahifatul Madinah” yg dikenal dgn “Piagam Madinah” atau Konstitusi Madinah yg terdiri dari 47 Pasal pada tahun pertama Hijrah. Diatas Piagam Madinah itu, sebagaimana dituturkan oleh Ibnu Hisyam dlm kitabnya “Sirah An Nabawiyah” dicantumkan “Muqaddimah” sebagai berikut:
صحيفة المدينة
بسم الله الرحمن الرحيم
هذا كتاب من محمدالنبي صلى الله عليه وسلم بين المؤمنين والمسلمين من قريش ويثرب ومن تبعهم فلحق بهم وجاهد معهم.
(“PIAGAM MADINAH
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang.
Piagam tertulis ini dilakukan oleh Nabi Muhammad saw dgn rakyat Madinah yang terdiri atas kaum Quraisy, kaum Yatsrib dan orang-orang yg mengikuti dan berjuang bersama mereka”.).
Nabi saw menyatakan diri dalam tulisan diatas sebagai pemimpin yang mereka akui bersama. Muqadimah ini mengandung pula proklamasi berdirinya “Negara Madinah,” dengan Piagam Madinah sebagai “Undang-Undang Dasar” nya. Penduduk Madinah diikat oleh Nabi dalam satu persaudaraan dalam Piagam tsb. Nabi membuat perjanjian persahabatan antara sahabat Muhajirin asal kota Makkah yang ikut Nabi hijrah ke Madinah dan sahabat Anshar penduduk asli Madinah sebagai komunitas Islam disatu pihak, dan antara kaum muslimin dan kaum Yahudi Madinah serta sekutu2 mereka dipihak lain. Mereka yang menggabungkan diri
dalam persemakmuran itu dilindungi dari segala hinaan dan gangguan. Jadi, dinegara baru ini Nabi Muhammad saw bertindak sebgai Kepala Negara dengan Piagam Madinah sebagai Konstitusinya.
Madinah dapat dikatakan sebagai negara dalam arti pengertian yang sesungguhnya, karena telah memenuhi syarat-syarat pokok pendirian suatu negara, yakni Wilayah, Rakyat, Pemerintah dan Undang Undang Dasar. Piagam Madinah sebagai Konstitusi Negara
Madinah memberi landasan bagi kehidupan bernegara
dalam masyarakat yang majemuk diwilayah yang sebagian besar penduduknya bercocok tanam karena tanahnya yang subur itu.
Piagam Madinah merupakan Konstitusi pertama yg mengatur antar umat beragama disuatu negara. Ketika itu, belum ada satu negara pun didunia yg memiliki peraturan tentang cara mengatur hubungan antara umat beragama. Piagam Madinah dalam beberapa Pasalnya mengatur hubungan tersebut, sebagaimana termaktub antara lain dalam Pasal 25 yang menyatakan bahwa kaum Yahudi Bani ‘Auf adalah satu bangsa dengan kaum mukminin. Bagi kaum Yahudi, bebas memeluk agama mereka, sebagaimana bagi kaum muslimin, bebas memeluk agama mereka. Kebebasan ini berlaku juga bagi pengikut2 mereka dan diri mereka sendiri kecuali kalau ada yang mengacau dan berbuat kejahatan yang menimpa diri orang yang bersangkutan dan keluarganya.
Juga Pasal 37 yang menyatakan bahwa kaum Yahudi dan kaum muslimin bahu membahu dalam menghadapi siapa saja yang memusuhi penduduk negeri ini. Mereka saling memberi saran dan nasehat.
Terhadap orang Yahudi, Nabi saw membangun persahabatan dan menghormati keberadaan mereka, karena bagaimanapun, mereka adalah penduduk Madinah yang justru telah tinggal dikota itu sejak abad pertama dan kedua Masehi, atau 5 – 6 abad sebelum kedatangan umat Islam dikota itu. Sebaliknya, kaum Yahudi itu pun mengakui kepemimpinan Muhammad. Mereka senantiasa meminta putusan atas suatu perkara kepada Nabi.
Piagam Madinah mencerminkan keinginan beliau utk menciptakan kehidupan bersama secara damai diseluruh warga Madinah, sekaligus menggalang kerja sama menghadapi pihak2 yang hendak menimbulkan kekacauan dan bencana khususnya kaum quraisy Makkah yang selama ini memusuhi Nabi dan para sahabatnya.
Setelah Nabi saw bersama sahabatnya mempunyai negara, maka dimana masa beberapa tahun berada di negara Madinah, agama yang dibawa Nabi saw pun bisa menyebar luas kewilayah luar Madinah, bahkan pada tahun 8 Hijrah, kota Makkah yang berada dalam kekuasaan kaum quraisy yang senantiasa memusuhi beliau, bisa ditaklukkan dengan damai tanpa perang sehingga kemudian tanah kelahiran Nabi itu menjadi bagian dari wilayah negara Madinah.
Akan tetapi setelah melihat pengaruh Nabi yang begitu besar dan kedudukan umat Islam yg semakin kuat dinegeri ini, maka timbullah sikap pembangkangan suku-suku Yahudi. Satu demi satu, suku mereka melakukan pengkhianatan terhadap isi Piagam Madinah. Mereka mengadakan teror-teror terhadap umat Islam, bahkan berusaha membunuh Nabi. Misalnya ketika suku Aws dan Khazraj yang sebelummya senantiasa saling bermusuhan telah disatukan oleh Nabi dlm suasana akrab, tiba-tiba ada seorang Yahudi yang membangkitkan kembali permusuhan diantara mereka. Kedua suku itupun terpancing oleh provokasinya, sehingga mereka terlibat dalam perkelahian massal yang hampir menimbulkan korban jiwa kalau Nabi tidak segera diberitahu.
Secara kelompok, orang-orang Yahudi juga melakukan pelanggaran terhadap isi Piagam Madinah. Suku mereka yang pertama kali melakukan pelanggaran adalah Bani Qainuqa’ pada tahun kedua Hijrah, dimana dlm suatu kesempatan, di pasar Madinah, mereka mengganggu seorang wanita muslimah dan kemudian membunuh seorang lelaki muslim yg berusaha menolong wanita tersebut. Insiden tersebut, merupakan tawaran dari suku Yahudi tersebut. untuk mengajak perang melawan umat Islam. Nabi kemudian memerintahkan kaum muslimin untuk menyerang mereka. Selama beberapa hari, mereka diblokir hingga akhirnya menyerah. Mereka kemudian diusir dari Madinah, dan pergi ke Syria.
Setelah kasus tersebut, pada tahun ke 4 Hijrah, Yahudi Bani Nadhir juga melakukan hal yg serupa. Mereka bahkan berusaha membunuh Nabi dengan menimpakan batu besar kearah beliau. Namun beliau segera menghindar setelah mendapat informasi dari Malaikat Jibril, sehingga Nabi berhasil lolos dari tindak kekerasan mereka itu. Kasus ini tergolong makar, karena mereka melakukan percobaan pembunuhan terhadap Kepala Negara. Sebagai hukuman, Nabi mengusir mereka. Tetapi ketika Bani Nadhir bersiap-siap hendak meninggalkan Madinah, tiba-tiba tokoh munafik, Abdullah bin Ubayi, memprovokasi mereka utk membatalkan niat tersebut dan mengajak mereka memerangi kaum muslimin. Akhirnya Bani Nadhir dikepung dan dipaksa keluar dari Madinah tanpa diperbolehkan membawa senjata.
Penulis: KH BUSYROL KARIM ABDUL MUGHNI