NUkabkediri.or.id – Pada 28 – 29 Oktober 2021, Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) NU mengadakan Rakornas IV di Pondok Pesantren Kaliopak, Yogyakarta. Rapat Koordinasi Nasional Lesbumi NU merekomendasikan ke Muktamar ke-34 NU di Lampung untuk mengabulkan Lesbumi kembali ke Badan Otonomm NU.
Selain itu Rakornas yang diikuti seluruh Cabang dan Wilayah se-Indonesia ini jua menghasilkan 4 poin utama.
Point pertama yang menjadi hasil keputusan Rakornas yakni secara substansial, NU didirikan bukan semata untuk menjawab problematika umat yang terkait dengan masalah keagamaan tapi lebih luas dari itu, NU hadir untuk menjawab persoalan umat dalam konteks kebudayaan.
“Ketika NU disebut sebagai penerus dakwah Wali Sanga maka konsekuensinya NU mustahil alergi apalagi menafikan kebudayaan sebagai jalan dakwah. Sudah seharusnya NU berada di garda depan dalam menghimpun dan mengonsolidasi ragam gerakan adat istiadat, tradisi dan budaya yang berbasis ketauhidan di Nusantara. Karena satu-satunya aset dari identitas bangsa ini yang secara efektif dapat digunakan untuk melawan arus dan penetrasi global adalah kebudayaan; dalam hal ini kebudayaan yang berasal dari sinaran tauhid. Dengan demikian, NU secara jama’ah dan jam’iyyah adalah Jalan Kebudayaan yang berbasis Ketauhidan,” kata KH Jadul Maula, Ketua Lesbumi PBNU,Sabtu (30/10).
Point kedua kepyutusan Rakornas yakni dalam kurun 5 tahun, Lesbumi mengalami perkembangan yang pesat. Lesbumi bagai cendawan di musim hujan tumbuh di berbagai daerah secara swadaya.
Tercatat saat ini terdapat 8 (delapan) Pengurus Wilayah Lesbumi NU, 116 Pengurus Cabang, 256 Pengurus MWC, 303 pengurus Anak Ranting, 4 PCI Lesbumi NU di Rusia, Belanda, Riyadh, dan di Western Australia (Perth). Takhanya itu, sejumlah pondok pesantren, berbagai lembaga pendidikan dan komunitas seni memerlihatkan sikap simpati dan tertarik untuk berkolaborasi bahkan bergabung dengan Lesbumi NU.
“Hal ini mengindikasikan bahwa gerakan dan kebijaksanaan Lesbumi NU diyakini lebih efektif dan efisien dalam mengartikulasikan pesan-pesan keagamaan kepada semua pihak,” tambah Kiai Jadul.
Point ketiga Rakornas yakni dalam rangka membekali wawasan kebudayaan berbasis tauhid kepada pengurus dan anggota, Lesbumi NU sejak Rakornas III di Pandaan Pasuruan telah memiliki wahana kaderisasi.
Secara prinsip, wahana kaderisasi diselenggarakan untuk menjelaskan Tujuh Prinsip Kebijaksanaan Kebudayaan (Saptawikrama).
Wahana kaderisasi itu bernama Asrama Saptawikrama yang disingkat Astawikrama untuk seluruh tingkatan pengurus, dan Pesantren Ramadhan Islam Nusantara (PRAMISTARA) untuk santri di pondok pesantren.
Point keempat atau terakhir yakni harapan agar Lesbumi NU kembali menjadi Banom, sebagaimana ketika Lesbumi didirikan. Sesungguhnya aspirasi kuat yang berasal dari anak ranting, ranting dan cabang hingga wilayah yang membutuhkan garis koordinasi, instruksi dan komunikasi yang lebih efektif dan efisien.
Sebagai lembaga otonom, Lesbumi dapat mengatur rumah tangga sendiri, secara kebijaksanaan atau pun secara teknis strategis sesuai kebijaksanaan kebudayaan Lesbumi NU yaitu Saptawikrama.
Selain semangat kuat dari semua lapisan pengurus Lesbumi, secara teknis Lesbumi juga sudah memenuhi syarat untuk menjadi badan otonom (Banom) yaitu ketersediaan dan penyebaran Lesbumi NU di berbagai daerah di dalam dan luar negeri. Didukung pula anggota Lesbumi NU di setiap tingkatan 70 persen lebih telah mengikuti program Madrasah Kader NU.
“Karena Lesbumi NU di berbagai tingkatan telah membuktikan diri secara mandiri dan swadaya dalam melakukan percepatan upgrading perangkat organisasi dan administrasi, maka Rakornas IV Lesbumi di Pesantren Kaliopak, Yogyakarta merekomendasikan kepada Muktamar 34 untuk mengabulkan Lesbumi kembali menjadi Badan Otonom NU,” pungkas Kiai Jadul (aro)
Penulis : Imam Mubarok