NUkabkediri.or.id – Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri menggelar acara puncak peringatan harlah 100 tahun dengan suasana penuh khidmat, Rabu malam (1/1/2025)
Acara ini menjadi puncak dari serangkaian kegiatan besar yang dilaksanakan untuk memperingati perjalanan 1 abad pondok pesantren yang telah berkontribusi signifikan bagi pendidikan dan dakwah Islam di Indonesia.
Acara dimulai pada pukul 17.56 WIB dengan Adzan Maghrib dan shalat berjamaah, dilanjutkan dengan Khotmil Qur’an dan Tahlil yang dipimpin oleh Gus H. Musthofa Hadi hingga waktu Isya.
Kegiatan ini mengajak seluruh hadirin untuk merefleksikan perjuangan para pendiri pesantren, khususnya KH. Ahmad Djazuli Utsman dan Nyai Hj. Rodliyah, dalam mendirikan dan mengembangkan Al Falah Ploso selama satu abad terakhir.
Pra-acara pada pukul 19.15 WIB menyuguhkan pengajian Kitab Hikam yang disampaikan KH Nurul Huda Djazuli.Sebagai pengingat, kitab-kitab yang diajarkan di Al Falah memiliki sanad langsung dari ulama besar seperti Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari.
Pembukaan dan Sambutan
Acara resmi dimulai pukul 20.15 WIB, dibuka dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh Tajuddin Faqih dan Ma’sum. Sambutan disampaikan oleh Gus H. M. Ma’mun atas nama keluarga besar pesantren dan panitia harlah 1 abad.
“Perjuangan Mbah Yai Djazuli dan Nyai Rodliyah menjadi inspirasi bagi kita semua. Seratus tahun bukan waktu yang singkat, namun ini baru awal dari perjalanan panjang khidmah pesantren untuk bangsa. Peringatan 1 abad ini adalah refleksi perjalanan bagi kami generasi penerus agar tetap istiqomah,” ujar Gus Ma’mun Ketua Umum 1 Abad Al Falah
Al Falah Award: Penghargaan untuk Para Pejuang
Dalam puncak acara 1 abad ini Ponpes Al Falah Ploso juga membeikan apresiasi yang dikemas dalam Al Falah Award yang diberikan dalam beberapa kategori.
1. Tokoh Inspiratif: Penghargaan diberikan kepada Kyai Ma’ruf Kedunglo dan Kyai Mu’in Durenan, yang diserahkan langsung oleh Gus Umar Faruq dan Nyai Hj. Lailatul Badriyah.
2. Sanad Keilmuan: Pondok-pondok pesantren yang memiliki hubungan erat dengan Al Falah, seperti PP Gondanglegi, PP Sono Sidoarjo, dan PP Tebuireng, menerima penghargaan ini.
3. Pesantren Sahabat: PP Lirboyo Kediri mendapatkan penghargaan ini atas hubungan historis dan eratnya kerja sama antarpondok.
4. Alumni Generasi Terpanjang: Diberikan kepada Kiai Jajuli Wonosobo dan Kiai Mahalli Blitar sebagai bentuk penghormatan atas dedikasi mereka.
5.Khodimul Ma’had Berdedikasi Tinggi diberikan kepada tiga tokoh penting yang telah menunjukkan dedikasi luar biasa dalam pengabdian mereka kepada pesantren. Penerima penghargaan ini adalah KH. Ashfar Bushoir, KH. Arsyad Bushoir, dan KH. Ardani Ahmad.
Testimoni dan Doa dari Para Tokoh
Testimoni dari tokoh-tokoh nasional seperti Prof. Dr. (H.C) KH. Ma’ruf Amin, Wapres ke-13 RI, KH. Kafabihi Mahrus Pengasuh Ponpes Lirboyo, Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, MA dan dua Menko dan 1 Menteri Kabinet Presiden Prabowo Dr. (H.C) Abdul Muhaimin Iskandar, Dr (H.C) Zulkifli Hasan dan Gus Syaifullah Yusuf menteri sosial (datang lebih awal) menambah kehangatan acara. dan sambutan secara virtual dari tokoh nasional seperti Kapolri dan tokoh-tokoh lainnya.
Mereka menyampaikan kesan mendalam tentang kontribusi Pondok Al Falah dalam membangun generasi dengan semboyan ‘Afdlolutthuruqi ilallah thoriqotutta’lim watta’allum.
“Pondok ini adalah salah satu bukti nyata bahwa perjuangan ulama tidak pernah sia-sia. Pesantren Al Falah adalah pabriknya kiai sejak 100 tahun lalu. Dan produk kiai itu telah membuat pabrik-pabrik lagi. Semoga Al Falah terus menjadi mercusuar ilmu dan dakwah,” kata Prof. Dr. (H.C) KH. Ma’ruf Amin, Wapres ke-13 RI.
Sementara itu Ketua PBNU KH. Yahya Kholil Staquf yang datang lebih awal menyampaikan atas nama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menghanturkan selamat 100 tahun pondok pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri.
“Telah 100 tahun pondok pesantren yang didirikan oleh Kiai Ahmad Djazuli Utsman mempersembahkan khidmah paripurna menjadi sandaran barokah ilmu bagi santri-santrinya. Meninggalkan jejak jejak berskala peradaban yang luar biasa.Masyarakat ahlusunnah wal jamaah dan jamiah Nahdlatul Ulama berhutang besar pada jasa jasa ponpes Al Falah Ploso Mojo Kediri ini dan para masayikhnya. Semoga keberkahan Al Falah dilanggengkan oleh Allah SWT,” kata KH Yahya.
Acara ditutup dengan Dawuh Masyayikh oleh KH. Nurul Huda Djazuli dan doa bersama .
Kegiatan ini sendiri dihadiri puluhan ribu alumni dan santri dari berbagai penjuru Indonesia.
Harlah 100 Tahun Pondok Pesantren Al Falah Ploso bukan sekadar perayaan, melainkan momentum untuk merenungkan perjalanan panjang pondok dalam melahirkan generasi penerus bangsa. Dengan berbagai program dan penghargaan, acara ini menjadi bukti nyata komitmen Al Falah Ploso dalam menjaga tradisi keilmuan sambil menjawab tantangan zaman.
“Semoga peringatan ini menjadi tonggak baru dalam upaya kita melanjutkan perjuangan para pendiri, membawa pesantren menuju abad berikutnya dengan penuh khidmah dan kontribusi nyata,” tutup Gus H. M. Ma’mun.
Seperti diketahui peringatan 1 Abad Pondok Pesantren Al Falah selain dihadiri tokoh penting juga dihadiri tokoh kalangan pesantren KH. Abdul Hakim Mahfudz dari Pondok Pesantren Tebuireng, KH. Lukman Haris Dimyathi beserta rombongan dari Pondok Pesantren Tremas, dan K. Muhammad Nasih beserta rombongan dari Pondok Pesantren Mojosari.KH Hasan Abdullah Sahal Pengasuh Ponpes Gontor Ponorogo, KH.Najih Maimoen Zubair Pengasuh Ponpes Al Anwar Rembang dan juga perwakilan pesantren yang pernah dijadikan nyantri KH Djazuli Ustman.
Keberadaan tokoh-tokoh lainya seperti Dir Intel Polda Jatim, Karo SDM Polda Jatim, hinhha Kapolres Kediri Kota ini menjadi wujud nyata dukungan terhadap peringatan satu abad Pondok Pesantren Al Falah, sebuah momentum reflektif yang penuh makna bagi perjalanan pondok pesantren ini.
Kilas Balik Perjalanan Ploso dalam 1 Abad
Pondok Pesantren Al Falah Ploso, salah satu pesantren besar di Indonesia, kini genap berusia 1 abad. Berdiri kokoh sejak 1 Januari 1925, pesantren ini merupakan buah perjuangan luar biasa dari pasangan suami istri KH Djazuli Utsman dan Nyai Hj Rodliyah.
Keduanya dikenal sebagai sosok visioner yang mendedikasikan hidup untuk pendidikan Islam dan pengembangan pesantren.
Perjalanan Hidup KH Djazuli Utsman
KH Djazuli Utsman lahir pada 16 Mei 1900 di Kediri. Ia berasal dari keluarga religius, putra Raden Mas Muhammad Utsman, seorang penghulu di Ploso, dan Mas Ajeng Muntaqinah, keturunan mubaligh. Sejak kecil, Djazuli dikenal cerdas dan disiplin, terbukti dari pendidikannya yang meliputi Sekolah Rakjat, MULO, HIS, hingga Sekolah Kedokteran Pribumi (STOVIA) di Batavia.
Namun, nasihat dari KH Muhammad Ma’ruf, seorang ulama dari Kedunglo, Kediri, mengubah arah hidupnya. Ia disarankan untuk meninggalkan pendidikan formal dan mendalami ilmu agama di pesantren.
Sebagai anak yang berbakti, Djazuli mengikuti saran tersebut dan memulai perjalanan panjang menuntut ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain, termasuk di Gondanglegi (Nganjuk), Pesantren Sono (Sidoarjo), Sekarputih (Nganjuk), hingga Tebuireng (Jombang) di bawah asuhan Hadratus Syekh KH Hasyim Asya’ri.
Rihlah Ilmiah dan Mendirikan Pesantren
Perjalanan intelektual Djazuli tidak hanya di tanah air. Pada 1922, ia menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu agama di Masjidil Haram, Makkah. Namun, situasi politik yang memanas akibat kudeta Wahabi memaksanya kembali ke Indonesia. Sepulangnya, Djazuli melanjutkan pengabdian dengan mendirikan Pondok Pesantren Al Falah di Ploso pada 1 Januari 1925 .
Dengan tekad yang kuat, sebelumnya pada pertengahan 1924 Kiai Djazuli mengajukan surat permohonan pemantauan kepada pemerintah kolonial Belanda. Dan pada 1 Januari 1925 surat tersebut turun.
Proses itu sebagai cara formal untuk mendirikan bangunan madrasah baru demi memperluas kapasitas pesantren.
Pesantren ini dimulai dengan hanya 12 santri. Dengan tekad yang kuat, Djazuli mengembangkan pesantren ini meskipun awalnya masih menggunakan serambi masjid sebagai tempat belajar.
Berkat kegigihannya, pesantren berkembang pesat, baik dari segi jumlah santri maupun fasilitas. Ia bahkan berkeliling ke berbagai daerah seperti Kediri, Tulungagung, dan Blitar untuk menggalang dana guna membangun asrama dan madrasah.
Peran Nyai Hj Rodliyah: Srikandi di Balik Kesuksesan Pesantren
Nyai Hj Rodliyah, istri KH Djazuli Utsman, lahir di Durenan, Trenggalek, pada tahun 1912. Terlahir dalam lingkungan pesantren, ia mendapatkan pendidikan agama langsung dari ayahnya, KH Mahyin. Setelah menikah dengan KH Djazuli pada 15 Agustus 1930, Nyai Rodliyah menjadi pendamping setia yang tidak hanya mendukung, tetapi juga memimpin roda ekonomi pesantren.
Salah satu ungkapannya yang terkenal adalah, “Pun, sampean ngaji mawon, kulo sing ngurusi sangu” (Sudah, sampean fokus mengaji, saya yang mengurus kebutuhan keluarga). Ia berdagang kain keliling dan berjualan sayur untuk mencukupi kebutuhan pesantren, sementara KH Djazuli fokus pada pendidikan santri.
Nyai Rodliyah juga dikenal sebagai sosok yang sangat disiplin dalam ibadah. Ia rutin menjalankan shalat tahajud, puasa sunnah, dan membaca Al-Qur’an hingga khatam setiap tiga hingga lima hari sekali. Keteguhan hati dan dedikasinya menjadikan beliau sebagai teladan ummul ma’had, ibunda pesantren.
Perkembangan Pesantren Al Falah
Pesantren Al Falah tumbuh menjadi lembaga pendidikan Islam yang besar. Pada 1928, dibangun asrama pertama bernama Pondok Darussalam, disusul Pondok Cahaya sebagai tempat mujahadah. Pada 1939, dibangun Kompleks Andayani yang dilengkapi dengan mushola dan gedung asrama dua lantai.
Hingga kini, pesantren ini terus berkembang dan menjadi pusat pendidikan berbasis salaf yang tidak hanya mendidik ribuan santri, tetapi juga melahirkan banyak ulama dan tokoh masyarakat. Di bawah kepemimpinan putra-putri mereka, seperti KH Ahmad Zainuddin Djazuli (wafat 2021),KH. Nurul Huda Djazuli,KH. Chamim Tohari Djazuli /Gus Miek (wafat 1993), KH. Fuad Mun’im Djazuli (wafat 2020), KH. Munif Djazuli (wafat 2012) dan Nyai Hj. Lailatul Badriyah Djazuli , Al Falah terus melestarikan tradisi keilmuan Islam.
Betapa luar biasanya KH Ahmad Djazuli Utsman memiliki kedekatan dengan Allah SWT mengambil tarekat yang paling berat, yang paling tidak menjanjikan yaitu tarekat ta’lim wa ta’allum (belajar dan mengajar).
Selain itu Kiai Djazuli juga memiliki semboyan ‘Afdlolutthuruqi ilallah thoriqotutta’lim watta’allum. Kiai Djazuli juga Istiqamah fi ibadah wa ubudiyah, istiqamah fi ta’lim wa ta’allum. Seperti yang disampaikan KH Nurul Huda Djazuli , Kiai Djazuli sehari ngaji tidak kurang dari 15 bahkan sampai 18 kitab setiap hari.
Yang tidak kalah ekstrem ,Kiai Djazuli isetiap hari selalu mengingatkan putra putrinya dengan kata-kata , addunya jifah Wathullabuha kilab. (dunia itu bangkai dan siapa yang mencarinya adalah anjing)
Peninggalan Abadi
KH Djazuli wafat pada 22 Oktober 1967, meninggalkan warisan berupa pesantren yang menjadi cahaya ilmu bagi umat Islam. Sementara Nyai Hj Rodliyah wafat pada 11 September 1996, di usia 84 tahun. Keduanya telah memberikan teladan tentang keikhlasan, perjuangan, dan pengabdian yang tiada henti untuk pendidikan Islam.
Pesantren Al Falah Ploso, yang kini berusia 1 abad, adalah bukti nyata dari perjuangan pasangan ini. Dengan tema peringatan “Melestarikan Ngaji, Meneguhkan Khidmah Al Falah untuk Bangsa,” generasi penerus diharapkan dapat terus menjaga dan mengembangkan warisan keilmuan ini untuk umat dan bangsa.
“Saya mohon doa kepada semua agar Pondok Pesantren Al-Falah yang usianya sudah 1 abad ini bisa lestari, dan istiqamah hingga Yaumil Qiyamah. Serta anak, dan cucu KH Ahmad Djazuli Utsman diberikan himmah aliyah (semangat tinggi),” pinta KH Abdurrahman Al Kautsar, salah satu pengasuh Ponpes Al Falah Ploso Mojo Kediri. (aro)