NUkabkediri.or.id – Dalam momentum istimewa peringatan 100 Tahun Pondok Pesantren Al Falah Ploso, acara Halaqoh dan Bahtsul Masa’il Maudlu’iyah dengan tema “Fiqih Zakat Profesi” digelar pada 31 Desember 2024.
Bertempat di Ponpes Al Falah Ploso, acara ini menghadirkan pakar dari berbagai bidang untuk membahas urgensi zakat profesi dalam konteks keislaman dan regulasi di Indonesia.
Kegiatan ini menjadi salah satu acara penting dalam rangkaian Harlah 100 Tahun Ponpes Al
Falah Ploso yang mengusung tema besar “Melestarikan Ngaji, Meneguhkan Khidmah Al Falah untuk Bangsa.”
Acara dimulai pada pukul 07.30 WIB dengan registrasi peserta dan makan pagi. Suasana penuh antusiasme terlihat dari kehadiran peserta yang terdiri dari ulama, akademisi, praktisi zakat, hingga santri.
Acara dibuka secara resmi pada pukul 09.00 WIB dengan sambutan dari perwakilan panitia Harlah 100 Tahun, yang menegaskan pentingnya kegiatan ini sebagai forum untuk menggali solusi terkait optimalisasi zakat dalam mendukung kesejahteraan umat.
Sesi pertama dimulai pukul 09.30 WIB, menghadirkan tiga narasumber utama:
1. Prof. KH. Ali Maschan Moesa, M.Si – Ketua Baznas Provinsi Jawa Timur
2. K. Abdul Mannan – Pembina Jam’iyyah Musyawarah Riyadlotut Tholabah PP Al Falah Ploso
3. Dr. H. Ahmad Karomi, M.Th.I – Akademisi dan alumni PP Al Falah Ploso
Efektivitas Regulasi Zakat Bagi Zakat Profesi di Indonesia
Prof. KH. Ali Maschan Moesa mengupas tuntas peran strategis regulasi zakat di Indonesia, khususnya dalam konteks zakat profesi. Menurut Ali Maschan, zakat profesi telah menjadi isu penting seiring berkembangnya profesi modern.
Ali Maschan juga mengapresiasi kemajuan regulasi yang telah memberikan dasar hukum yang kuat, seperti UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, namun juga mengingatkan adanya tantangan implementasi di lapangan.
“Efektivitas regulasi zakat bergantung pada sinergi antara pemerintah, lembaga zakat, dan masyarakat. Baznas harus menjadi motor penggerak yang mengedukasi masyarakat tentang kewajiban zakat profesi sekaligus memastikan distribusi zakat yang tepat sasaran,” tegasnya.
Menurut Kiai Abdul Mannan, zakat profesi menjadi salah satu isu yang perlu kajian mendalam karena tidak ditemukan secara jelas (shorih) dalam Al-Quran maupun hadis.
Selain itu, pandangan empat mazhab besar (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali) tidak memasukkan zakat profesi ke dalam kategori zakat yang wajib dikeluarkan. “Pendapat para ulama salaf dan ashab (pengikut) mazhab juga tidak mencatat kewajiban zakat penghasilan ini,” ungkapnya.
Namun, beberapa ulama kontemporer seperti Prof. Wahbah Al-Zuhaili berpendapat bahwa zakat profesi dapat diwajibkan jika mencapai nisab emas sebesar 77,50 gram, dengan kadar zakat 2,5% dari penghasilan, tanpa perlu menunggu satu tahun (haul). Pendapat ini, meskipun memiliki dasar, tetap menjadi perdebatan karena tidak sesuai dengan konsensus (ijma’) empat mazhab utama.
Kiai Abdul Mannan juga menekankan bahwa Pondok Pesantren Al-Falah tetap berpegang pada nilai-nilai Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan mengikuti pandangan Madzahib al-Arba’ah dalam menetapkan hukum fikih. “Pendekatan ini menjadi penting dalam menjaga keharmonisan antara tradisi dan kebutuhan kontemporer,” jelasnya.
Sebagai penutup, Kiai Abdul Mannan mengajak peserta halaqoh untuk terus mempelajari ilmu fikih lintas madzhab dan memahami konteks lokal dalam mengaplikasikan zakat profesi.
Keterserapan Fiqih Zakat dalam Regulasi di Indonesia
Dr. H. Ahmad Karomi, M.Th.I., menggarisbawahi pentingnya keterserapan fiqih zakat dalam regulasi zakat di Indonesia. Beliau menjelaskan bahwa regulasi zakat harus didasarkan pada fiqih yang relevan dengan kebutuhan masyarakat modern.
“Perlu pendekatan yang integratif antara fiqih klasik dan modern dalam regulasi zakat agar dapat menjawab tantangan sosial dan ekonomi umat,” ungkap Gus Kiromi.
Dr. H. Ahmad Karomi menekankan bahwa regulasi zakat di Indonesia harus mampu mengintegrasikan fiqih klasik dengan kebutuhan masyarakat modern. “Pendekatan yang relevan dan berbasis maqasid syariah sangat penting dalam pengelolaan zakat untuk menjawab tantangan sosial dan ekonomi umat, khususnya dalam konteks zakat profesi,” jelasnya.
Gus Kiromi juga menambahkan, sinergi antara pemerintah, lembaga zakat, dan masyarakat merupakan kunci keberhasilan implementasi regulasi zakat yang efektif.
Dalam Kegiatan ini tim Ponpes Al Falah juga membuat draft zakat profesi terdiri dari 9 orang ini diantaranya H. Ahmad Asyhar Shofwan, M.Pd.I.H. Muhammad Anas, S.Pd.I.H. Sholihin Hasan, S.Fil., Μ.Η.Ι.H. Arifuddin, M.Pd.H. M. Fadhil Khozin, M.Pd.I. H. Syihabuddin Sholeh, S.Ag.M. Ali Romzi,dH. M. Ali Maghfur Syadzili dan Muhammad Nur Fuad, M.Pd.
Dalam presentasinya, pembicara menguraikan dasar-dasar zakat profesi yang telah dirumuskan dalam Al-Qur’an, seperti dalam Surah Al-Baqarah: 267, serta pendapat ulama klasik dan kontemporer. H. Sholihin Hasan, S.Fil., M.H.I., menjelaskan bahwa zakat profesi memiliki dasar hukum yang kuat dan sejalan dengan maqasid syariah (tujuan syariat), yaitu menciptakan keseimbangan ekonomi dan kesejahteraan sosial.
“Zakat profesi adalah bagian dari fiqih zakat yang bertujuan membersihkan harta dan jiwa serta memperkuat solidaritas sosial di antara umat Islam. Hal ini menjadi semakin relevan dalam konteks modern, di mana profesi dan penghasilan menjadi salah satu sumber utama kekayaan umat,” tutur H. Sholihin Hasan.
Perhitungan Nishab dan Haul yang Disesuaikan
Forum ini juga membahas perhitungan nishab dan haul zakat profesi, yang menjadi titik krusial dalam penerapan zakat ini. Berdasarkan standar yang disepakati, nishab zakat profesi diukur dari nilai 85 gram emas, setara dengan Rp82.312.725 per tahun atau Rp6.859.394 per bulan (berdasarkan harga emas terkini).
Dengan kadar zakat sebesar 2,5%, zakat profesi dapat dikeluarkan bulanan untuk mempermudah distribusi manfaat kepada mustahik.
Dr. Wahbah Az-Zuhaili dan Syekh Yusuf Al-Qardawi menjadi rujukan penting dalam forum ini. “Kewajiban zakat profesi tidak mensyaratkan haul, namun lebih mengutamakan pengeluarannya segera setelah pendapatan diterima, sesuai dengan prinsip distribusi manfaat yang cepat,” jelas H. Arifuddin, M.Pd.
Salah satu inovasi yang diusulkan adalah pengelolaan dana zakat secara produktif, seperti investasi dalam sektor usaha kecil atau penyediaan alat kerja bagi mustahik.
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup penerima zakat, menjadikan mereka lebih mandiri, dan bahkan berpotensi menjadi muzakki di masa depan.
“Zakat tidak hanya soal kewajiban, tetapi juga sarana pemberdayaan. Mustahik yang berdaya akan menjadi pilar kekuatan ekonomi umat,” ujar H. M. Fadhil Khozin, M.Pd.I.
Pemberdayaan Melalui Amil yang Kompeten
Selain itu, pentingnya peran amil zakat juga menjadi sorotan. Diskusi mencakup legalitas lembaga amil zakat, prosedur pengangkatan, hingga tata kelola yang profesional. H. Syihabuddin Sholeh, S.Ag., menegaskan bahwa amil zakat harus memiliki kapasitas yang mumpuni untuk mengelola dana zakat sesuai syariat dan kebutuhan zaman.
Kegaiatan berlangsung penuh antusiasme, mengundang berbagai kalangan dari akademisi, praktisi zakat, hingga alumni pesantren yang ingin mendalami tema ini.
Sebagai bagian dari peringatan 1 Abad Pondok Pesantren Al Falah, halaqoh ini diharapkan menjadi tonggak baru dalam pengelolaan zakat profesi di Indonesia. Para peserta sepakat bahwa penerapan zakat profesi yang tepat dapat menjadi solusi untuk mengurangi kesenjangan sosial, meningkatkan kesejahteraan umat, dan memperkuat ekonomi Islam.
“Zakat profesi adalah manifestasi nyata dari khidmah pesantren untuk bangsa. Dengan semangat 100 tahun Al Falah, mari kita teguhkan tradisi keilmuan dan kontribusi nyata untuk masyarakat,” kata Muhammad Nur Fuad, M.Pd., salah satu anggota tim penyusun.
Dengan berlangsungnya kegiatan ini, Pondok Pesantren Al Falah Ploso sekali lagi membuktikan perannya sebagai pelopor pendidikan Islam yang progresif, menjaga tradisi keilmuan sambil merespons tantangan zaman.
Sesi kedua yang berlangsung pukul 13.00-16.00 WIB menjadi ajang diskusi mendalam dengan format Bahtsul Masa’il. Peserta dan narasumber mendiskusikan berbagai isu praktis terkait zakat profesi, termasuk perhitungan nisab dan haul zakat profesi.Tantangan dalam penyaluran zakat untuk mustahik di era digital. Mekanisme kolaborasi antara lembaga zakat, pesantren, dan masyarakat dalam mengoptimalkan penghimpunan zakat profesi.
Acara ditutup pada pukul 16.00 WIB dengan perumusan kesimpulan dan rencana tindak lanjut (RTL). Hasil dari diskusi ini diharapkan dapat menjadi bahan rekomendasi untuk pengembangan regulasi zakat yang lebih baik di masa mendatang.
Kegiatan diakhiri dengan makan malam bersama pada pukul 18.30 WIB dan pembukaan Munas IMAP pada malam harinya.
Halaqoh Fiqih Zakat Profesi ini tidak hanya menjadi ajang diskusi akademis, tetapi juga langkah nyata dalam memperkuat peran zakat sebagai solusi keadilan sosial.
Dengan keberhasilan acara ini, Pondok Pesantren Al Falah Ploso kembali menunjukkan komitmennya dalam melestarikan tradisi keilmuan Islam sekaligus menjawab tantangan zaman. Semangat khidmah yang diusung dalam Harlah 100 Tahun diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk terus berkontribusi bagi umat dan bangsa. (****)
Penulis : Imam Mubarok