Bahtsul Masail Kubro Putuskan Dam Indonesia Sah: Mazhab Hanbali Jadi Dasar Hukum Baru Jamaah Haji

news, PCNU22 Views

NUkabkediri — Bahtsul Masail Kubro ke-25 yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri pada 19–20 November 2025 menghasilkan sejumlah keputusan penting melalui sidang Komisi B. Dokumen resmi Hasil Keputusan BM Komisi B mencatat pembahasan enam persoalan besar: Polemik Dam Indonesia, Tukar Kado White Elephant, Zakat Fitrah Menggunakan Uang, Kontroversi Maskot STQH, Hukum Curhat Laki-Laki, dan Tunjangan DPR RI.

Sidang yang dipimpin jajaran mushohih dan perumus berlangsung dalam tiga jalsah (sidang pleno) dan dihadiri ratusan delegasi dari 84 pesantren peserta.

1. Polemik Dam Indonesia: Pembayaran Dam di Luar Tanah Haram Dinilai Sah Menurut Mazhab Hanbali

Dalam isu pertama, Komisi B mengkaji pernyataan Menteri Agama Nasaruddin Umar yang mengusulkan agar penyembelihan hewan Dam haji dapat dilakukan di Indonesia, sejalan dengan kebijakan di beberapa negara seperti Turki. Deskripsi memuat kesulitan logistik di Arab Saudi, termasuk pemotongan hingga 210.000 hewan kurban per musim haji.

Keputusan Komisi B:

Dam yang dilakukan di luar Tanah Haram dinilai sah menurut Mazhab Hanbali. Musyawarah merujuk Kasyf al-Qina’, Syarh az-Zarkasyi, dan al-Mubdi’ Syarh al-Muqni’, yang menegaskan bahwa: Bila jamaah tidak mampu mendistribusikan daging Dam kepada fakir miskin Tanah Haram, maka boleh menyembelih Dam di luar Tanah Haram. Hal ini berdasarkan qaidah “la yukallifullahu nafsan illa wus’aha”.

Komisi menegaskan bahwa praktik pembayaran Dam seperti dalam deskripsi sah, dan tidak ada kewajiban tambahan bila pemerintah sudah mengesahkannya.

2. Tukar Kado White Elephant: Termasuk Hibah Mutlak dan Hukumnya Sah

Komisi B membahas polemik tukar kado bergaya white elephant atau yankee swap yang terjadi di sebuah desa dan menimbulkan kekecewaan, kecanggungan sosial, serta ketidakseimbangan nilai hadiah. Keputusan Komisi B menyatakan aktivitas tukar kado termasuk akad hibah mutlaqah dan hukumnya sah.

Mengacu pada Mughni al-Muhtaj dan Tuhfah al-Muhtaj, komisi menegaskan bahwa selama tidak ada syarat pengembalian, hibah dianggap sah tanpa kewajiban kompensasi. Bila terjadi kekecewaan, tidak ada pihak yang wajib mengganti rugi.

Komisi menyatakan tidak ada tanggung jawab ganti rugi atas hadiah yang dianggap kurang layak, karena hibah tidak mensyaratkan kesesuaian nilai atau manfaat.

3. Zakat Fitrah Menggunakan Uang: Sah Jika Mengikuti Mazhab Maliki dan Hanafi

Persoalan zakat fitrah uang kembali mencuat. Deskripsi menegaskan bahwa banyak masyarakat kesulitan menunaikannya dalam bentuk beras dan lebih memilih membayar dengan uang. Komisi B meninjau penjelasan tentang talfiq dan taqlid pada pergantian mazhab sebagaimana tertulis dalam referensi Syekh Nawawi dan Fath al-Mu’in.

Keputusan Komisi B yakni Pemahaman “ولو في بعض المسائل” dinyatakan benar. Termasuk perpindahan mazhab dalam satu qodliyah, bukan keseluruhan ibadah. Membayar zakat fitrah dengan uang adalah sah menurut Mazhab Maliki. Mazhab Maliki membolehkan pembayaran zakat dengan nilai uang meskipun hukumnya makruh. Untuk menghindari talfiq, dianjurkan mengikuti mazhab Hanafi secara utuh.

Yaitu dengan mengeluarkan zakat uang senilai setengah sha’ gandum (2 kg gandum). . Bila tidak dilakukan sesuai ketentuan, kewajiban zakat tidak sah dan tidak dapat dilegalkan dengan pola “2,5/2,7 kg beras yang diuangkan”. Komisi menegaskan bahwa solusi tersebut gugur sebagai opsi legal fiqh.

4.Kontroversi Maskot STQH: Tidak Termasuk Penistaan Agama

Komisi B juga menilai polemik maskot Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadis (STQH) Nasional ke-28 berupa gambar hewan Anoa mengenakan hijab dan memegang Al-Qur’an dan Hadis. Sebagian pihak menyebutnya penodaan agama dan melaporkan Menteri Agama serta Gubernur Sultra ke polisi.

Setelah mengkaji referensi fiqh seperti Hasyiyah al-Jamal dan Fatawa al-Azhar, Komisi B menyimpulkan: Penggunaan maskot tersebut tidak termasuk penistaan agama. Alasannya, maskot hanya visualisasi identitas acara, tidak ada unsur penghinaan atau kesengajaan merendahkan simbol agama. Secara ‘urf, masyarakat tidak memahami gambar tersebut sebagai tindakan merendahkan Al-Qur’an.

5. Laki-Laki Tidak Bercerita: Curhat Diperbolehkan Selama Tidak Melanggar Ghibah dan Ifsya’us Sirr

Fenomena “laki-laki tidak bercerita” yang viral di media sosial dibahas dalam perspektif fiqh. Komisi meninjau batasan curhat yang bersinggungan dengan ghibah dan pembukaan rahasia (ifsya’us sirr).

Keputusan Komisi B diputuskan curhat diperbolehkan selama tidak melanggar ghibah dan ifsya’us sirr. Berdasarkan Tahrir wa Tanwir, Fatwa Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah, dan al-Bariqah al-Muhammadiyyah, curhat boleh dilakukan untuk menenangkan diri, haram bila membuka aib orang lain tanpa alasan syar’i. Boleh jika dalam konteks mengadukan kezaliman atau meminta pertolongan. ⸻

6. Tunjangan DPR RI: Diperbolehkan Selama Ada Maslahat Publik

Komisi B menanggapi kontroversi tingginya tunjangan DPR RI yang mencapai Rp 65,5 juta take home pay per bulan. Isu muncul setelah tunjangan perumahan Rp 50 juta dihentikan, tetapi total tunjangan dinilai masih terlalu besar di tengah kondisi ekonomi yang sulit.

Keputusan Komisi B, pemberian tunjangan DPR diperbolehkan selama benar-benar mendatangkan maslahat publik. Mengutip al-Majmu’, Ihya Ulumiddin, dan as-Siyasah as-Syar’iyyah, Komisi menegaskan dana publik boleh diberikan kepada pejabat negara,asalkan pekerjaannya membawa manfaat umum. Besaran tunjangan mengikuti ijtihad pemerintah berdasarkan kemampuan negara dan skala prioritas.

KH Iffatul Lathoif: “Keputusan Bahtsul Masail Menjaga Rasionalitas Publik dan Moral Kebangsaan”

Pengasuh Ponpes Al Falah Ploso, KH Iffatul Lathoif, menyampaikan bahwa keputusan Komisi B mencerminkan keseriusan pesantren dalam menyikapi isu-isu kebangsaan berbasis fiqh klasik dan realitas kontemporer.

“Pesantren bertanggung jawab menjaga nalar syariat di tengah persoalan publik. Bahtsul Masail adalah ruang ilmiah tempat para kiai dan santri memberi arah, bukan hanya mengikuti arus,” tegasnya.

Ia berharap hasil keputusan menjadi rujukan masyarakat, pemerintah, dan lembaga pendidikan dalam memahami masalah agama dan kebijakan publik secara proporsional. Dengan selesainya sidang Komisi B, Bahtsul Masail Kubro ke-25 resmi menghasilkan rumusan hukum komprehensif yang akan menjadi pedoman bagi pesantren dan masyarakat. Dokumen keputusan akan disebarkan ke seluruh pesantren peserta sebagai rujukan resmi. (ARO)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *